Pemkab Mojokerto Bahas Upah Klaster, Buruh Siap Menggugat

anggap legalkan kejahatan

Pemkab Mojokerto mulai mematangkan rencana kebijakan upah klaster, yakni mengelompokkan jenis perusahaan menjadi empat kategori. Internasional, nasional, regional dan lokal.

Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, kebijakan ini merupakan gagasan dari Bupati MKP yang saat ini mulai ditindak lanjuti DPRD, dengan melakukan konsultasi ke Propinsi dan melakukan kajian hukum terkait rancangan perda tentang perlindungan tenaga kerja yang diajukan mulai dibahas.

Adrian Safendra, ketua Konsulat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mengatakan, Raperda perlindungan tenaga kerja ini tidak mempunyai landasan hukum, dan justru melegalkan aturan yang dilarang.

Kata Adrian, upah para pekerja sudah diatur berdasarkan kebijakan UMK yang disahkan gubernur, secara otomatis perusahaan dilarang memberi dibawah UMK. “Upah klaster ini selain tidak punya acuan hukum, juga sebagai upaya melegalkan larangan di sektor perburuhan,” ungkapnya.

Kata Adrian, kalau Raperda tentang perlindungan tenaga kerja yang mengatur upah klaster ini disahkan, FSPMI akan menggugat Pemkab Mojokerto karena dinilai melegalkan kejahatan.

Sekedar informasi, UMK Kabupaten Mojokerto 2018 sebesar Rp 3.565.660, sedangkan UMK Kota Mojokerto 2018 sebesar Rp 1.886.387. Kalau dibandingkan UMK Kabupaten lebih besar dengan selisih Rp 1.679.273. 

Tingginya UMK Kabupaten inilah yang membuat Bupati MKP menggagas Upah klaster yang bertujuan meningkatkan investasi, misalnya perusahaan internasional harus melebihi UMK, nasional harus mengacu pada UMK, Regional upahnya lebih rendah dan perusahaan lokal sama dengan UMK kota bahkan lebih rendah.(sma)

Baca juga :