Hari kartini selalu identik dengan seremonial semata, seperti adik-adik di sekolah yang bikin lomba dengan memakai kebaya dan konde, bukan itu. Esensi pemikiran Bung Karno yang menetapkan R.A. Kartini sebagai pahlawan kemerdekaan nasional pada tanggal 2 mei tahun 1964 sebenarnya merupakan simbol perjuangan kesataraan gender.
Kartini prihatin rendahnya pendidikan perempuan di Indonesia yang hanya berkutat pada sumur, dapur dan kasur. Itu semua diungkapkan dalam suratnya kepada teman-temannya di Eropa. Kartini muda ini ingin memperjuangkan hak perempuan untuk bebas belajar dan mandiri (pada saat itu perempuan dikurung). Kartini merasa gembira ketika bisa membaca buku dan menulis surat untuk menyampaikan pemikirannya.
Sayangnya, di era sekarang tidak banyak orang yang tahu isi pemikiran Kartini, bahkan tak banyak perempuan yang membaca buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” sehingga tidak memahami bahwa Kartini adalah sosok yang peka terhadap kejadian dilingkungannya dan cerdas pemikirannya, jadi bukan sekedar tentang kebaya dan konde saja.
Hasil perjuangan Kartini inilah yang membuat kaum hawa bisa setara dengan kaum pria di berbagai sektor, baik pemerintahan, politik, ekonomi, teknologi, kesenian dan ruang publik lainnya. Kartini di era now bukan lagi sekedar memperjuangkan kesetaraan hak antara pria dan wanita, tetapi bagaimana bisa memberikan inspirasi dan bermanfaat bagi bangsa ini, sebut saja ibu Susi Pudjastuti, ibu Sri Mulyani Indrawati, Ibu Tri Rismaharini dan beberapa tokoh perempuan lainnya.
PEREMPUAN GENERASI MILLENNIAL
Saat ini, banyak tokoh perempuan generasi milenia yang layak disebut sebagian sosok Kartini zaman now, seperti, Dian Sastro, Dian Pelangi, juga Merry Riana sang motivator dan masih banyak Kartini zaman now lainnya yang lebih mengedepankan hal yang positif, bukan hal yang negatif dan viral, seperti fenomena pelakor, kasus TKW yang cuat cuit di youtube untuk mencari sensasi juga kata-kata kotor yang mudah viral.
Generasi millennial inilah yang harus diwaspadai, generasi yang terlahir diantara tahun 1980-2000, berusia produktif dengan karakteristik yang unik. Generasi ini lahir bersamaan dengan perkembangan teknologi, terkoneksi dengan media sosial, tidak bisa jauh dari gadget, gaya hidup hedonisme, cenderung cuek, kurang menghormati orang yang lebih tua, kepekaan sosial kurang dan cenderung merusak tradisi yang sudah ada.
Di era generasi millennial ini hampir tidak ada lagi perbedaan hak antara perempuan dan laki-laki, kesetaraan benar-benar sudah terwujud namun justru muncul banyak kekhawatiran menyimpang jauh dari nilai-nilai perjuangan Kartini.
Perempuan di era millennial ini menghadapi tantangan yang luar biasa beratnya, semua berjalan dengan cepat dan harus selalu update. Selain berkarier, perempuan millenial masih dituntut survive dalam rumah tangganya dan menjadi harapan untuk mencetak generasi bangsa yang mumpuni.
Perkembangan teknologi dan bertebarannya informasi dan motivasi sebenarnya semakin mempermudah bagi perempuan untuk meningkatkan kompetensinya, asal mampu memilah mana yang positif dan negatif, mana yang benar dan yang hoax.
Mari kita renungi nilai-nilai perjuangan Kartini yang selalu mengedepankan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Perempuan harus siap menghadapi tantangan, namun antisipasi perlu dilakukan agar perempuan tidak keluar dari kodratnya dan tidak kebablasan.
Selamat hari Kartini, selamat bagi para perempuan Indonesia, di tangan perempuan letak kesuksesan generasi bangsa. Mari kita maknai nilai-nilai perjuangan Kartini dengan sebenarnya!!!
Titik Inayati
(Aktifis Perempuan menulis, Konsultan Manajemen dan Dosen FE UWK Surabaya)