Maraknya pernikahan siri di Mojokerto menjadi atensi Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Mojokerto. Karena jumlah pernikahan yang dilakukan tanpa proses pernikahan negara ini dari tahun ke tahun masih banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Abdul Aziz, Kasi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kemenag Kabupaten Mojokerto mengatakan, secara norma agama nikah siri memang sah. Namun menurut hukum negara pernikahan siri ini tidak sah, karena tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
Kata Aziz, nikah siri juga bisa menimbulkan masalah dalam rumah tangga. “Jadi tidak ada kejelasan status pada istri dan anak di depan hukum maupun masyarakat. Dan di mata hukum, anak dari pernikahan siri itu statusnya anak di luar nikah,” terangnya.
Sementara data yang dihimpun suaramojokerto.com, angka nikah siri yang ditemukan Pengadilan Agama Mojokerto pada tahun 2017 sebanyak 26 pernikahan siri dan tahun 2018 sebanyak 22 pernikahan.
Maraknya pernikahan siri di Mojokerto diduga faktor rendahnya kesadaran masyarakat tentang dampak negatifnya nikah siri tersebut. Sehingga perlu diberi informasi terkait dampak negatif pernikahan siri, baik kepada anak maupun keluarga.
Aziz mencontohkan, status istri dan anak pada nikah siri tidak dicatat oleh negara, sehingga dalam hal pewarisan mereka akan sulit menuntut haknya. ”Karena bukti nikahnya secara sah tidak ada,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kemenag akan terus melakukan sosialisasi serta mengimbau PA dan KUA agar tidak tinggal diam dan terus berupaya melakukan pencegahan terhadap pernikahan siri dengan cara memberi pemahaman kepada masyarakat.(sma/udi)
Baca juga :