Warisan budaya harus terus dilestarikan. Termasuk kesenian wayang maupun ludruk yang tidak jauh dari alat musik tradisional atau gamelan.
Gamelan itu salah satunya di produksi di Mojokerto. Salah satunya di buat oleh Sumiaji (69) warga Dusun/Desa Sawo, Kecamatan Jetis – Mojokerto. Gamelan buatannya bahkan sudah tembus hingga pasar luar negeri, seperti Malaysia hingga Jerman.
Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, Samiaji nampak sibuk mengerjakan sejumlah perangkat gamelan pesanan pembeli. Dia tak sendirian, kakek 5 cucu itu dibantu 3 karyawan, serta seorang cucu dan anaknya.
” Sejak kecil, saat saya masih Sekolah Rakyat (Setingkat SD). Saya belajar pada bapak saya, dan setelah bapak meninggal saya melanjutkann warisan pembuatan ini. ” kata Samiaji Sabtu (06/04/2019).
Menurutnya, pembuatan gamelan atau gong miliknya, berbeda dengan gamelan Solo dan Jawa tengah yang biasanya berbahan campuran tembaga dan timah. ” Saya memilih berbahan plat besi dengan ketebalan yang variatif ,” terangnya.
Dalam membuat gong diameter 1 meter menggunakan plat besi setebal 2 mm. Sementara untuk perangkat gamelan lainnya cukup dengan pelat setebal 1,5 mm.
Perangkat gamelan jenis gong, kempul, kenong dan bonang, terdapat 3 bagian yang dibuat terpisah, yakni bagian dasar, lempengan tengah dan pencu atau bagian ujung yang ditabuh. Ketiga bagian tersebut di satukan dengan cara di las. “Selanjutnya tinggal dilaras (disetel suaranya) dan dicat dengan warna emas,” terangnya.
Selain itu, Samiaji juga mampu membuat seluruh perangkat gamelan, mulai kempul, kenong, bonang, demung, saron, peking, slentem, gender, gambang, hingga rebab.
Untuk membuat satu set gamelan, Samiaji membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan. Hal itu sudah termasuk proses pembuatan wadah gamelan berbahan kayu, yang dilengkapi dengan ukiran khas Solo. Selain membutuhkan keahlian khusus, Sumiaji juga harus teliti. Apalagi saat proses penyetelan nada Gemelan.
Kata Sumiaji, alat tradisional gamelan buatannya hampir menyeluruh di Jawa Timur, mulai Sumenep, Probolinggo, Lamongan, Bojonegoro, Surabaya, Gresik, Malang, hingga Kediri. Bahkan pesanan gamelan juga datang dari NTB dan Kalimantan, juga datang dari Malaysia serta Jerman.
” Pesanan dari Malaysia dua set gamelan. Pernah juga pesanan gong diameter 2 meter dari Jerman. Harganya lebih mahal karena biaya pengiriman juga mahal. ” imbuhnya
Setiap perangkat gamelan berbahan besi, pihaknya menjual dengan harga bervariasi. Gong di banderol Rp 2 juta, Kempul Rp 600 ribu, Kenong Rp 400 ribu, Bonang Rp 200 ribu, Demung Rp 700 ribu, Saron Rp 1 juta, dan Peking Rp 700 ribu.
Sementara Slentem, Gender dan Gambang dia hargai masing-masing Rp 1,5 juta. ” Kalau satu set lengkap harganya Rp 30 juta, itu yang berbahan besi,” ujarnya.
Kini omsetnya yang dia jalani dalam bisnis gamelan tersebut mencapai Rp 10 juta/bulan. Untuk keuntungan yang didapatkan oleh Samiaji sekitar Rp 5 juta per bulan. (adm/ats)
Baca juga :