Dari 299 desa di Kabupaten Mojokerto, 253 diantaranya akan menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak pada bulan September 2019 mendatang. Pesta demokrasi tingkat desa itu memulai jadwal tahapan sejak bulan Maret lalu.
Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, persyaratan domisili itu sudah tidak berlaku karena dalam Permendagri no 112 tahun 2014 tentang kepala desa yang mencantumkan syarat domisili itu sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga semua warga Negara boleh mencalonkan sebagai peserta pilkades.
Aturan mengenai pemilihan kepala desa ini juga sudah direvisi dengan terbitnya Permendagri no 66 tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kapala Desa. Hal inilah yang diminta kalangan anggota DPRD Kabupaten Mojokerto agar instansi terkait gencar sosialisasi. Terutama terkait Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Jukni) Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak.
Khusairin, Ketua Komisi I DPRD mengatakan, soal juklak dan juknis Pilkades serentak dinilai penting. Karena sebagai pedoman seperti panitia pemilihan, peserta dan organisasi terkait lainnya.
Untuk itu pengetahuan dan penyebarluasan juklak dan juknis agar dipahami pihak terkait. “ Ini karena rentan sekali. Dan juga agar supaya tidak mencuat persoalan pasca pikades juga,” tandasnya.
Menurut Khusairin, salah satu perubahan aturan dalam juklak juknis pilkades serentak yang terbaru yakni soal calon kades. Dimana calon peserta pilkades tidak diharuskan berdomisili di lingkungan desa setempat. Saat ini cukup bersyaratkan Warga Negara Indonesia alias WNI. “ Termasuk terkait aturan untuk digelarnya seleksi tambahan, apabila calon jumlahnya lebih dari 5 orang,” katanya.
Selain itu Komisi I juga mendorong agar para camat gencar sosialisasi ke desa yang akan menggelar pilkades. “ Bagi desa di pinggiran perlu ada tambahan sosialiassi secara intensif. Mengingat pemahaman masyarakatnya tidak sama dengan masyarakat desa yang sudah maju tingkat kehidupan sosialnya,” tegasnya. (adm/ats)
Baca juga :