Belasan korban investasi yang diduga bodong PT RHS Group kembali mendatangi Mapolres Mojokerto Kota. Sebab, laporan sebelumnya telah dicabut salah seorang korban secara sepihak.
Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, mereka didampingi tim pengacara dari Surabaya untuk membuat laporan ulang ke Polres Mojokerto Kota.
Tuty Laremba, Pengacara para korban mengatakan, laporan pertama Selasa (3/9/2019) lalu, pihaknya menunjuk Lailatul Maghfiroh sebagai pelapor tunggal mewakili 109 korban. Penunjukan Lailatul juga atas saran dari penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota. Karena wanita asal Desa/Kecamatan Sooko itu menjadi korban, sekaligus pernah menjadi pegawai bagian administrasi di kantor cabang PT RHS di Mojokerto.
“Ada indikasi itu (tekanan dari PT RHS Group) sehingga tanpa sepengetahuan korban lainnya, dia mencabut laporannya,” katanya, Selasa (15/10/2019).
Ironisnya, saat mencabut laporannya pada Rabu (9/10), Lailatul justru didampingi pengacara Urip Mulyadi. Padahal Urip juga menjadi pengacara bagi Tim 9 dan Kepala Cabang PT RHS Mojokerto Dwi Sanyoto. “Kalau beliau (Urip) membaku sebagai pengacara terlapor dan sekarang mengaku sebagai pengacara korban, itu tidak sesuai kode etik sebagai pengacara,” ujarnya.
Namun kini Tuty tak mau dibuat pusing oleh manuver PT RHS Group. Bersama para korban, pihaknya kembali membuat laporan ke Polres Mojokerto Kota.
Kali ini, korban investasi bodong PT RHS Group berjumlah lima orang, diantaranya Rani Purnamasari, warga Sooko, Mojokerto; Sasmujio, warga Desa Penompo, Kecamatan Jetis; Ricky Wijaya, asal Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari; Yuwono, warga Desa Sidoharjo, Kecamatan Gedeg; serta Wahyudi, warga Kelurahan Wates, Kecamatan Magersari.
“Laporan kami lakukan secara bertahap mulai hari ini. Nantinya laporan di-split menjadi lima. Setiap pelapor mewakili 21 korban,” terangnya.
Sementara itu, pihak yang dilaporkan antara lain Direktur Utama PT RHS Group Ainur Rofiq, Kepala Cabang PT RHS Mojokerto Dwi Sanyoto, serta Tim 9 yang juga Divisi Sosial PT RHS Cabang Mojokerto.
Tuty berharap, kasus investasi bodong PT RHS Group segera mendapatkan kepastian hukum. “Kami ingin para terlapor segera diproses,” tegasnya.
Sementara itu, AKP Julian Kamdo Waroka, Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota membenarkan, adanya laporan ulang dari para korban. Pihaknya mengaku kesal dengan ulah Lailatul Maghfiroh, yang mendadak mencabut laporan beberapa waktu lalu. “Karena kami sudah membentuk tim khusus, bekerja keras memeriksa para saksi dan mengumpulkan alat bukti,” tandasnya.
Sekedar informasi, sebanyak 109 orang yang menanamkan modalnya di PT RHS Group melapor ke Polres Mojokerto Kota, Selasa (3/9). Mereka merasa tertipu karena bagi hasil 5 persen hanya jalan beberapa bulan. Selain itu, modal yang mereka tanamkan dengan nilai total Rp 7 miliar tak juga dikembalikan.
Kasus dugaan investasi bodong ini sudah pada tahap penyidikan. Namun polisi belum menetapkan tersangka. Saat ini Polresta Mojokerto membentuk tim khusus berjumlah 10 penyidik, untuk memeriksa ulang para korban dan terlapor, Dwi Sanyoto.
Sumargi, Ketua Divisi Sosial PT RHS Mojokerto menyatakan, jumlah penanam modal mencapai 565 orang. Total nilai investasi mereka Rp 21,5 miliar. Dana seluruh investor sampai saat ini belum kembali. Pihaknya berjanji akan mengembalikan dana tersebut setelah Waterpark Chenoa di Nglegok, Blitar laku terjual.
Dana puluhan miliar itu selama ini mengalir ke rekening Direktur Utama PT RHS Group M Ainur Rofiq, yang berdomisili di Blitar. Investasi itu diputar dalam bisnis delapan toko bahan bangunan di Blitar dan Kediri, serta pengembangan Waterpark Chenoa.
Selain memberi bagi hasil 5 persen tiap bulan kepada investor, PT RHS Group memberi bonus 5 persen kepada investor yang berhasil mengajak penanam modal baru. Bonus itu diberikan satu kali. Namun, bagi hasil 5 persen berhenti sejak April 2018. (sma/adm)
Baca juga :