Penemuan situs struktur bata kuno yang diekskavasi tim BPCB Jawa Timur diperkirakan berupa talud atau dinding penahan sebagai penguat kompleks bangunan elite pada masa kerajaan Majapahit.
Bangunan itu, diperkirakan sebagai tempat pemujaan atau candi dan kompleks permukiman elite yang berada di sisi timur keraton Majapahit.
Wicaksono Dwi Nugroho, arkeolog dari BPCB Jatim sekaligus ketua tim ekskavasi situs Kumitir mengatakan, dalam Negarakertagama, Kedaton atau keraton Majapahit dikelilingi tembok-tembok.
“Kami perkirakan bahwa struktur bata ini merupakan sisi timur dari kota Majapahit. Disebutkan dalam Negarakertagama, Kedaton atau keraton Majapahit dikelilingi tembok-tembok,” ungkapnya, Kamis (31/10/2019).
Wicaksono juga mengatakan, berdasarkan catatan sejarah kerajaan Majapahit yang didukung dengan penemuan peninggalan di sekitarnya, struktur bata kuno berupa talud tersebut merupakan bangunan kuno di sisi timur istana kerajaan.
Talud atau dinding penahan area permukiman tersebut memiliki panjang 200 meter yang membentang dari dari utara ke selatan dan ditemukan di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.
“Saat ini, struktur bisa dibuka sepanjang 100 meter. Bangunan kuno itu memiliki lebar 140 cm dengan ketinggian struktur 80 cm,” tambahnya.
Sementara struktur tersebut tersusun dari 14 lapis bata, dengan ukuran bata memiliki panjang panjang 32 cm, lebar 22 cm, serta memiliki ketebalan 6 cm, yang dibuat dengan teknik bata gosok.
Dari hasil ekskavasi terlihat ada pilar-pilar pada dinding di sisi timur. Ada pun jarak antar pilar, yakni 5,5 meter.
“Jadi yang kita temukan ini kemungkinan adalah sisi timur kedaton Majapahit, posisi tengahnya berada di sumur upas, segaran,” ujarnya.
Wicaksono juga mengungkapkan, ada beberapa kemungkinan terkait bangunan apa yang berdiri di dalam area talud. Bangunan itu salah satunya berupa candi atau tempat pemujaan.
Menurutnya, sebelum Trowulan menjadi pusat kerajaan Majapahit, wilayah Kumitir diketahui menjadi tempat pendarmaan atau pemujaan 2 raja Singasari, yakni Mahesa Cempaka dan Wisnuwardana.
Mahesa Cempaka adalah anak pasangan dari Ken Arok dan Ken Dedes. Sedangkan Wisnuwardana adalah anak dari Ken Dedes dan Tunggul Ametung.
Keren, Penampakan Candi Tikus di Trowulan Kini Lebih Cantik dan Menarik
Berdasarkan silsilah, Mahesa Cempaka merupakan kakek dari Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit. Dan berdasarkan catatan sejarah yang didukung penemuan beberapa artefak dari bangunan candi tak jauh dari lokasi penemuan talud, tempat itu dulunya merupakan tempat pemujaan dari Mahesa Cempaka dan Wisnuwardana, pada abad ke-13 masehi.
“Di Kumitir ini, di sisi timur Keraton Majapahit, dulu pada masa Singasari sudah menjadi tempat pendharmaan dari Mahesa Cempaka dan Wisnuwardana. Di (kitab) Negarakertagama disebut Kumitir, kalau di Pararaton disebutkan Kumeper,” tandasnya.(sma/udi)
Baca juga :