Jaga Kelestarian Alam, Relawan NU Mojokerto Lepas Ikan Dewa ‘Legenda Majapahit’

Puluhan relawan di Mojokerto melepaskan ikan Dewa di sungai Kedung Bunder Dusun Sumberbendo, Desa Candiwatu, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.

Pelepasan bibit ikan yang sudah langka ini untuk menjaga kelestarian sungai dan ikan, yang konon memiliki sejumlah mitos maupun legenda Majapahit di beberapa daerah di Jawa Timur.

Syaiful anam (44), Ketua LPBI-NU mengatakan, ikan Dewa atau yang lebih familier di sebut masyarakat sebagai ikan Sengkaring saat ini memang sangat sulit ditemukan khusunya di aliran sungai liar.

Padahal, di tahun 1995 ikan yang memiliki ukuran maksimal mencapai 50 centimeter kalau dewasa tersebut banyak dijumpai di beberapa sungai di wilayah Pacet dan Trawas.

Kata Anam, saat ini Ikan Dewa hanya bisa dijumpai di lokasi-lokasi yang dianggap keramat seperti sendang atau mata air Banyu Biru di Kabupaten Pasuruan, dan mata air Rambut Monte di Kabupaten Blitar.

“Sejak tahun 1995 sudah tidak terlihat lagi Ikan ini, jaman dulu ayah saya juga bercerita banyak tentang ikan namanya ikan Sengkaring. Tetapi ketika saya sudah besar ini mencari ikan ini sudah tidak ada lagi,” ungkapnya. Senin (22/06/2020).

Pihaknya bersama para relawan sengaja melepaskan ikan langka itu dengan tujuan melestarikan keberadaan ikan-ikan yang dianggap memiliki mitos kuat terkait Majapahit di kawasan Pacet maupun Trawas.

Sebab sampai saat ini, tidak ada satu pun penampakkan dari keberadaan ikan yang memiliki nama latin Genus Tor dan Neolissochilus di perairan wilayah Pacet dan Trawas.

Ikan yang biasa dipanggil warga setempat ikan Dewa ini di sejumlah daerah memiliki sebutan Kancera Bodas (Sunda), Mangur atau Lempon (Jawa Tengah), Semah (Kalimantan dan Sumatra).

“Kita mendapatkan benihnya, harganya perkilogram Rp 850 ribu kita cari itu, terus kita beli dan lepaskan. Kalau harga jual ikan dewasa per kilo mencapai Rp 1 juta. Tapi kita menginginkan ikan itu lestari lagi didaerah Pacet ini, terlebih sifat dari ikan ini kan memang di air yang bening dengan arus deras kemudian ditambah lagi sedikit sejarah Majapahit,” paparnya.

Menurut Anam, kepunahan ikan penuh misteri ini tak lain karena d
masa perkembangannya yang sangat sulit, dan sangat lambat. Yakni dalam jangka waktu lima tahun untuk mencapai berat 1 kilogram. Belum lagi kondisi aliran sungai yang sudah tercemar oleh sampah rumah tangga, maupun limbah.
[sc name=”iklan-sisipan”]
“Dengan di lepaskan ikan di sungai liar, kita hanya berharap kesadaran masyarakat agar tidak melakukan hal hal yang merugikan. Seperti nyetrum atau meracuni ikan itu melanggar undang-undang,” harapnya.

Sementara itu, Nuruddiyan (48) salah satu relawan yang juga pemerhati lingkungan di Kabupaten Mojokerto menjelaskan, hidup ikan Dewa lebih banyak memiliki kesempatan di penangkaran dibandingkan alam terbuka.

Untuk itu, pihaknya berharap agar masyarakat khususnya generasi sekarang maupun anak cucu nanti masih bisa melihat dan menyaksikan ikan endemi pegunungan lokal tersebut.

Sebelumnya, aliran sungai yang memiliki lebar enam meter menuju DAS Kromong Dua terpilih sebagai lokasi pelepas liaran ikan langka endemi tersebut, sudah diswakakan, sehingga bersih dari upaya meracuni ikan dan penyetruman.

Dalam pelepasan ikan Dewa ini puluhan relawan yang terlibat yakni dari Welirang Community, Tagana Kabupaten Mojokerto, penghobi mancing casting, dan LPBI-NU. (sma/udi)

Baca juga :