“Ini kan masih dalam penyidikkan kita, kita gak bisa terbuka untuk saat ini, yang jelas alat buktinya sudah cukup. Semua sudah berproses dan ditetapkan tersangka,” tambahnya.
Untuk saat ini, pihaknya berdalih masih fokus pada pengumpulan berkas, dan alat bukti untuk selanjutnya diserahkan penyidik dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto.
“Kalau nanti P21, sudah bisa kita limpah. Kita coba untuk kirim berkas, nanti diagendakan rencana sesuai dengan penyidik,” tandasnya.
Sebelumnya, pada Februari 2020 lalu, polisi melakukan pengerebekan di lokasi tambang dan berhasil menyita sejumlah barang bukti saat penggerebekan Februari lalu.
Diantaranya, 2 alat berat (backhoe) berikut kunci dan 6 unit dump truck bermuatan bebatuan hasil tambang.
Masing-masing bernopol S 9258 UU, S 9259 UU, S 926 UU, S 9623 UP, S 9709 UP, dan S 9903 UN yang bermuatan batu hasil penggalian di area tambang. Serta buku catatan penjualan hasil tambang berikut bulpoin.
Bahkan, 17 Februari 2020 penyidik menggandeng Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengecekan titik koordinat. Hal ini sekaligus untuk melakukan pengukuran area tambang. Pengukuran titik koordinat ini tak lain karena hasil pemeriksaan. Aktivitas tambang menggunakan dua alat berat itu diketahui memiliki izin dari ESDM Provinsi Jatim.
Polisi juga menyebut hasil ahli yang sebelumnya ditunggu-tunggu sebagai alat bukti, belakangan diketahui sudah keluar.
Baik dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengecekan titik koordinat dimana pertambangan itu dilakukan.
Pengukuran titik kordinat ini tak lain setelah hasil pemeriksaan aktivitas tambang menggunakan dua alat berat tersebut diketahui memiliki izin dari ESDM Provinsi Jatim yang memiliki wewenang mengeluarkan izin.
Termasuk dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Mojokerto, sebagai pemegang wewenang izin.
Sebab, kedua instansi tersebut yang bisa menjelaskan area tambang yang selama ini berlangsung apakah berada di aliran sungai seperti yang dituduhkan masyarakat setempat atau tidak. Sehingga untuk bisa memastikan ada atau tidak adanya unsur pidana, kepolisian sempat memastikan tinggal selangkah lagi.
Termasuk untuk mengungkap fakta yang sudah didapat penyidik selama proses penyidikan.
Dimana nantinya hasil pengukuran di lokasi tersebut menjadi alat bukti petunjuk penyidik dalam menuntaskan polemik galian C di tengah masyarakat tersebut.
Artinya, jika pengerukan bebatuan dalam praktiknya dilakukan di dalam area lokasi izin, hal itu tentunya galian tersebut mempunyai legalitas sah.
Sebaliknya, jika pertambangan itu berada di luar titik koordinat alias keluar dari area yang ada izinnya, tentu juga menjadi temuan pidana. Aktivitas pertambangan yang diduga ilegal ini telah melanggar UU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau Minerba. (sma/udi)