Ismail tumbuh dan besar di Mekkah dengan didikan Siti Hajar dan ayahnya yang kerap datang dari Palestina. Hingga suatu hari, Ibrahim bermimpi diperintahkan untuk menyembelih anak yang ia sayangi.
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” ucap Ibrahim kepada Ismail, sesuai surat As-Saffat ayat 102.
Dengan berserah diri kepada Allah, tanpa ragu Ismail mengemukakan jawabannya. “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar,” balas Ismail.
Ibrahim dan Ismail pun melaksanakan perintah Allah tersebut. Sebelum penyembelihan, Ismail menyampaikan sejumlah permintaan kepada Ayahnya.
Pertama, Ismail meminta untuk diikat dengan tali agar tidak meronta.
Kedua, meminta agar pisau diasah dengan tajam agar tidak kesakitan. (Permintaan ini bertujuan agar Ibrahim tak bersedih hati saat menyembelihnya)
Ketiga, Ismail juga meminta agar pakaian yang dikenakannya saat itu diberikan kepada ibunda tercinta, Siti Hajar sebagai kenang-kenangan.
Ibrahim pun mulai menyembelih Ismail dengan membaringkan anaknya. Namun, pisau tajam itu tak mampu menyembelih Ismail yang berserah diri.
Allah lalu mengganti Ismail dengan seekor kambing. “‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar,” firman Allah dalam surat As-Saffat 104-107.
Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail inilah yang menjadi ibadah kurban bagi umat Islam di setiap Idul Adha. Begitu juga dengan kisah Siti Hajar yang menjadi bagian dari rukun ibadah Haji.(tim/sma)