Obat ilegal ini diedarkan ke pembeli perorangan, apotek hingga toko obat di Jakarta dan berbagai kota lainnya dengan menggunakan handphone dan aplikasi WhatsApp.
Barangnya pun dikirim melalui jasa ekspedisi di Indonesia dengan nama Awi/Flora Pharmacy. DP alias Awi juga memerintahkan sopir atau kurirnya untuk mengambil obat-obatan dan suplemen ilegal di gudang yang telah ditentukan ekspedisi untuk didistribusikan ke pembeli obat di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan wilayah lainnya.
Sementara pembayarannya dilakukan dengan cara transfer ke rekening atas nama tersangka DP. Dan ia pun mendapatkan keuntungan sebesar 10 persen hingga 15 persen.
Setelah menerima uangnya, DP pum melakukan penarikan tunai, kemudian ditransfer ke beberapa rekening miliknya pada bank lain. Sebagian lainnya ditempatkan dalam bentuk deposito, asuransi, hingga reksadana.
Ada 31 jenis obat-obatan ilegal yang ia jual, salah satunya obat untuk aborsi yang sangat-sangat dilarang di Indonesia, namanya cytotec.
Dari penjualan DP ini, Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) lalu melakukan join investigasi untuk mengungkap aliran uang DP yang terkumpul Rp 531 miliar yang tersebar di beberapa rekening di 9 bank.
Uang tersebut kini disita dan DP pun sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini. Atas perbuatannya, DP disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat 2 dan Ayat 3 dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, tersangka juga bisa dijerat Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat 1 dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan jo pasal 64 KUHP dan pasal 3 dan/atau pasal 4 dan/atau pasal 5 jo pasal 10 UU RI Nomor 8.(tim/say)