Kasus penipuan hingga ratusan juta rupiah menimpa Wijayantono warga Kelurahan Wates, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto. Ia mengaku ditipu hingga Rp 332 Juta dengan iming-iming anaknya bisa lolos rekruitmen calon bintara (Caba) TNI AD tanpa tes.
Kasus penipuan ini pun kini sudah dilaporkan polisi pada (4/1) lalu. Dan Wijayantono juga mencwritakan Kronologi lengkapnya, termasuk ketika ia diajak bertemu di sebuah hotel.
Kata Wijayantono, aksi penipuan ini bermula pada awal tahun 2019 silam, saat wijayantono bertemu dengan BS, seorang pria asal bojonegoro yang mengaku bisa membantu krisna, putra Wijayantono menjadi anggota TNI tanpa proses seleksi.
BS adalah orang yang direkomendasikan oleh JS, teman wijayantono semasa masih kerja di pabrik kawasan Rungkut, Surabaya. Setelah pertemuan itu, BS mendatangi rumah Wijayantono dan meminta uang sebesar Rp 50 Juta sebagai uang muka.
Uang tanda jadi itu, ditransfer ke rekening BS melalui rekening istri korban pada 16 Mei 2019. “Dia bukan anggota TNI, tapi saya ya percaya saja karena katanya sudah banyak yang diloloskan,” kata Wijayanto.
Selanjutnya, hampir sebulan kemudian, keluarga Wijayanto diajak bertemu seorang pria berinisial FP di sebuah hotel di surabaya. Pria yang tak diketahui domisilinya ini mengaku berkerja di Kementrian Sekretariat Negara RI, bahkan mengaku sebagai tangan kanannya Jusuf kalla, wapres saat itu.
Lalu, korban kembali dimintai uang sebesar Rp 100 juta sebagai biaya pemulus untuk memasukkan anaknya sebagai anggota TNI. Bahkan, FP juga memberi iming iming bisa meloloskan istrinya sebagai PNS di Mojokerto asal mau membayar Rp 50 Juta.
Akhirnya, saat itu juga total uang 150 juta diberikan kepada FP melalui sang sopir berinisial AG. Penyerahan itu dilakukan tanpa kuitansi atau bukti tertulis.
Setelah itu, kata Wijayanto, anaknya sempat tinggal selama tiga bulan di asrama Kodam V Brawijaya untuk menjalani pelatihan persiapan seleksi. Namun, saat hendak mendaftar di Anjrem Mojokerto sebagai Caba TNI AD ternyata tidak ada kuota rekruitmen.
Lalu, Wijayanto langsung menghubungi orang itu (FP) lagi. Kemudian sopirnya (AG) datang ke rumah korban untuk meminta lagi uang Rp100 juta. “Sopirnya datang ke rumah saya dan minta uang lagi Rp 100 juta,” terangnya.
Wijayantono mengaku sempat menaruh curiga dengan (FP), tapi selalu diyakinkan oleh teman yang merekomendasikannya. Bahkan, setelah itu, FP kembali meminta uang sebesar Rp 25 Juta dengan dalih untuk biaya pemindahan data rekruitmen.
Permintaan uang pun terus berlanjut, Wijayantono kembali dipaksa menyerahkan uang sebesar Rp 32,9 juta untuk keperluan tes serta Rp 30 juta untuk pengangkatan PNs istrinya dan diancam kalau tidak dipenuhi tesnya akan batal.
Hingga akhirnya, Total uang yang telah diserahkan ke BS, AG, dan FP selama proses ini sebesar Rp 332.900.000. Uang itu merupakan hasil dari pesangon saat pensiun dini, menjual perhiasan hingga pinjam ke bank
Sementara proses seleksi anggota TNI dan PNS yang dijanjikan tak kunjung terealisasi pun semakin tidak jelas. Pelaku mulai sulit dihubung hingga selama dua tahun. Akhirnya, Wijayantono mendatangi kantor Polisi untuk melaporkan kasus yang dialaminya.(tim/sma)
Baca juga :