Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Mojokerto, Hadiman menyebut, kasus BPRS Kota Mojokerto yang merugikan negara hingga 50 miliar ini merupakan kejahatan yang luar biasa.
Karena, dilihat dari modusnya yang cukup keterlaluan dan disengaja. Seperti, adanya satu agunan bisa dipakai 5 kali pinjaman dalam waktu yang sama dengan nilai fantastis.
“Misal, satu sertifikat bisa diajukan 5 orang, pasti orang tahu, agunan ini sudah dipakai pinjaman si A, mengapa bisa dipakai lagi oleh B, C hingga 5 orang,” tambahnya
Selain itu, Kajari juga mengatakan, banyak agunan yang digunakan dalam pinajaman BPRS yang fiktif. Misalnya, ada jaminan sertifikat tapi ketika dicek ke lokasi ternyata tidak ada atau sudah pindah tangan atas nama orang lain,” tambahnya.
Sementara mengenai kendala dalam penyidikan, kata Kajari, pihaknya merasa dipersukit oleh pihak BPRS, karena banyak dokumen-dokumen yang diminta kejaksaan tidak diberikan.
Termasuk juga adanya pengembalian uang dari nasabah sebesar Rp 4 miliar, tapi tidak diserahkan ke Kejaksaan untuk barang bukti. Justru keberadaan uangnya tidak jelas. “Makanya kita akan melakukan penggeledahan di Bank,” tambahnya.
Seperti diketahui, kasus BPRS terjadi sejak tahun 2017 hingga 2020. Dan berdasarkan penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terdapat Nilai kerugian sebesar Rp50 milyar sesuai tahun pengusutan, yakni tahun 2017-2020.
Kejaksaan juga sudah melakukan pemeriksaan secara marathon terhadap labih dari 60 saksi, baik dari pihak pegawai BPRS maupun pihak yang tersangkut kredit macet.(tim/sma)