Kabupaten Mojokerto tidak hanya memilik destinasi wisata yang elok dan infrastruktur yang memadahi, melainkan juga memiliki kerajinan batik yang khas.
Salah satunya yang kini dikembangkan oleh Sri Mujiatim, (42), pembatik asal Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto yakni tengah memproduksi batik dengan teknik ecoprint
Sudah dua tahun ini dia mulai mengembangkan pembuatan kain batik ecoprint. Menurut pengrajin batik sejak tahun 2011 ini, teknik ecoprint tergolong cara baru yang dicoba olehnya.
Dia mengaku tertarik dengan proses membatik teknik ecoprint karena dianggap lebih ramah lingkungan dibanding dengan cara sintetis. Sebab, seluruh proses pembuatannya hanya mengggunakan bahan baku dari alam.
Mulai dari pembuatan motif batik hingga tahap pewarnaan semua berbahan baku alam. ”Teknik membatiknya pakai daun warna alami,” terangnya.
Sri juga mengatakan, teknik pembuatan batik ini tergolong cukup unik, karena motif batik yang dihasilkan berasal dari serat dan bentuk asli dari daun-daunan. Selama ini, Sri Mujiatim memilih dengan cara steam atau penguapan dengan cara dikukus.
Sri juga menceritakan, proses awalnya, dia menyiapkan sejumlah jenis daun-daunan yang akan dijadikan sebagai bahan membatik. Kemudian, daun tersebut ditempelkan di atas permukaan kain.
Selanjutnya, kain dilipat dengan cara digulung. Lalu gulungan tersebut diuap dengan cara dikukus agar motifnya bisa menempel pada permukaan kain. ”Kurang lebih prosesnya cukup dua jam, untuk membuat batik dengam cara teknik ecoprin,” ungkapnya. Senin (02/09/19).
Dia mengatakan, tidak semua jenis daun tumbuhan bisa dibuat ecoprint, yang bisa digunakan adalah yang tidak banyak mengandung air, juga daun yang memiliki kandungan warna alami.
Sejauh ini, yang mampu menghasilkan warna alami yang kuat adalah daun jati, serta jenis tumbuhan lain yang pernah dia terapkan, seperti daun tanaman jarak, daun tinta atau mangsi, daun keres, daun arbei, serta daun ungu. Setiap jenis daun juga memiliki karekteristik motif dan warna tersendiri.
Munculnya warna tergantung dari proses fiksasi atau penguatan warna. Dan di tahap akhir dalam proses membatik ini juga menggunakan bahan dari alam. Untuk dapat menghasilkan warna yang terang, dia menggunakan bahan tawas. Sementara untuk sedikit lebih gelap menggunakan bahan kapur. Jika menghendaki warna yang lebih gelap atau kehitaman, Sri Mujiatim melakukan fiksasi dengan bahan tunjung.
Sayangnnya, dia mengaku cukup kesulitan untuk mencari bahan baku pada musim kemarau. Namun ia mengaku lebih menyukai teknik ecoprint ini selain karena lebih ramah lingkungan juga karena motif alam saat ini tengah ngetrend di kalangan pecinta batik. Khususnya pangsa pasar yang ada di kota-kota besar.
Di sisi lain, cara baru tersebut juga untuk memperkaya kreasi dan motif yang dihasilkan. Terlebih, tempat tinggalnya di desa Bejijong, Kecamatan Trowulan juga menjadi salah satu jujukan wisata di Kabupaten Mojokerto. Selain destinasi wisata sejarah, para pelancong juga memburu buah tangan untuk dibawa pulang.
Dia juga berharap, diterapkannya motif tersebut agar menjadi identitas batik khas Mojokerto yang notabene merupakan tempat berdirinya Kerajaan Majapahit.
Soal harga, produk batik ecoprint bernilai ekonomis cukup tinggi di pasaran luar daerah seperti yogyakarta, sampai Jakarta. Untuk harganya hampir sama dengan batik tulis, selembar kain dengan lebar 2 meter x 115 centimeter (cm), dibanderol dengan harga Rp 300 ribu.
Sedangkan aplikasi batik motif daun ke dalam model hijab, jenis pashmina dengan ukuran 175 cm x 60 cm dijual dengan harga Rp 100 ribu.(sma/udi)
Baca juga :