8 Hektare Lahan Sengketa Dieksekusi PN Mojokerto, Warga Menolak dan Blokade Jalan

Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto melakukan eksekusi sejumlah bidang tanah yang berada di Dusun Sumbertempur, Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, Rabu (18/12/2019). Dalam eksekusi ini diwarnai aksi penolakan dari sejumlah warga.

Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, beberapa orang warga nekat memblokade jalan desa untuk menghadang petugas PN, usai melakukan eksekusi tiga bidang tanah berupa area persawahan.

Termasuk ada ibu-ibu dari pihak tergugat juga nampak marah, saat melihat alat ekskavator akan melakukan eksekusi beberapa bangunan rumah milik warga. Beruntung, aksi itu berhasil diredam oleh beberapa warga lain.

Pengadilan Negeri akan melakukan penyitaan sebuah bidang lahan, sawah, dan bangunan kurang lebih 8 hektar yang tersebar di beberapa lokasi di Dusun Sumbertempur, Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto. Hal itu sesuai Penetapan Eksekusi Nomor 07 Tahun 2019, dengan pengawalan ketat oleh Polres Mojokerto.

Sengketa ini berawal dari pemohon Sriatin dkk, yang menggugat termohon Samin B Mursam berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mojokerto 2002, dan dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi Jatim 2005.

Suroso, seorang pemilik tanah sekaligus rumah yang rencananya akan di eksekusi mengatakan, eksekusi tersebut salah sasaran “Eksekusi ini salah sasaran, tanah yang kita tempati ini lo memiliki sertifikat lengkap,” ungkapnya.

Eksekusi yang dilakukan oleh ahli waris atau Pengadilan Negeri dinilai tidak sesuai. Dia menyatakan, eksekusi kepemilikan bangunan yang ditinggalinya dengan bukti Prona tahun 1983/1984, dan  keluar SHM 620 dengan luas 3.015 meter persegi. Dan tercatat di buku leter C di tahun 1967 sampai 1968, sebelum dirinya menjabat Kepala Desa.

“Tahun 2001 kita sudah menang, tapi kenapa tahun 2002 tiba-tiba berubah jadi kami yang salah. Kami punya sertifikat lengkap, tetap akan kami pertahankan karena ini bukan miliknya. Tetap kita lawan,” tegas mantan Kepala Desa Sumbergirang..

Sementara itu, Soedi, Panitera PN Mojokerto mengatakan, pihaknya tidak bisa menilai sah atau tidak sah, terkait kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki para tergugat.

“Kita menjalankan tugas negara saja, berdasarkan putusan. Kalau sah atau tidak sertifikat mereka, kami tidak tahu. Bukan wewenang kami,” ungkapnya.

Namun sejak perkara ini terjadi, terdapat pengalihan yang dilakukan para pihak yang berperkara yaitu termohon eksekusi.

Menurutnya, mereka tahu kalau tanah ini status dalam perkara, namun tetap dialihkan juga. Karena yang mengalihkan ini merupakan oknum dari Kelurahan yang mengeluarkan sporadik.

“Tanpa adanya sporadik mustahil tidak mungkin obyek ini terjadi SHM. Bukan SHM-nya yang aspal (asli tapi palsu), tapi cara perolehnya sertifikat itu yang tidak benar, bahwa itu membeli dari objek yang telah bersengketa,” tegasnya. (sma/adm)

Baca juga :