Kasus Pelecehan Seksual di Mojokeryo Masih Tinggi, Didominasi 3 Kecamatan, Ini Datanya

Kasus kekerasan pada anak di Kabupaten Mojokerto ternyata masih jadi atensi dari instansi terkait, dalam hal ini Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2).

Menurut data DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto, sepanjang tahun 2019 lalu tercatat ada 19 anak yang menjadi korban serta pelaku kekerasan. Jumlah ini meningkat dari tahun 2018 yang hanya 17 kasus.

Joedha Hadi, Kepala DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto mengatakan, pada dasarnya trennya mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2017 lalu.

“Kenaikan jumlah ini karena mulai 2019 kemarin, kita ada MoU dengan pihak kepolisian dalam penanganan anak berurusan hukum (ABH). Tapi pada dasarnya, trennya mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 22 kasus,” ungkapnya, Senin (27/1/2020).

Menurutnya, dari 19 kasus yang ditangani DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto sepanjang kurun waktu 2019, terbanyak korban KDRT, kekerasan seksual, penganiayaan, serta tindak kekerasan lainnya. Seperti aksi kejahatan jalanan dengan pelaku anak di bawah umur.

“Sementara untuk sebaran wilayah, laporan yang masuk, didominiasi tiga kecamatan, yakni Jetis, Sooko dan Mojosari. Untuk rentang usia rata-rata 13-17 tahun,” terangnya.

Dalam kasus anak, penanganan tidak hanya berlaku bagi para korban, juga pelaku atau ABH. Untuk itu dia mengaku sudah menyiapkan tim khusus untuk mendampingi ABH. Tim khusus ini terdiri dari psikolog maupun kuasa hukum.

“ABH itu sejatinya juga korban. Untuk itu mereka berhak untuk mendapatkan jaminan hak-haknya dipenuhi pemerintah. Seperti hak untuk mendapatkan pendidikan. Maka itu, kami sudah siapkan tim khusus yang akan mendampingi mereka,” paparnya.

Joedha juga mengatakan, kasus kekerasan yang melibatkan anak ini jadi atensi serius dari DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto. Meskipun tidak sepenuhnya mendapatkan kucuran anggaran yang cukup. Tapi hal itu tidak membuat langkah DP2KBP2 surut dalam menyelamatkan masa depan anak surut.

“Memang anggaran kami sangat-sangat terbatas, bahkan tidak ada. Tapi kami berupaya untuk memenuhi hak-hak mereka. Selama ini DP2KBP2 sudah menjalin kerjasama dengan berbagai sektor, mulai Dinsos, kepolisian. Kami juga sudah membentuk pendamping keluarga di tiap-tiap RT (rukun tetangga),” tuturnya.

Joeda mengharapkan, agar kedepan angka kekerasan yang melibatkan anak bisa ditekan sekecil mungkin. Hal itu harus disertai dengan upaya dari berbagai pihak, terutama dari pemerintah daerah maupun orang tua.

Pasalnya sebagian besar pelaku kejahatan anak terutama kasus kekerasan seksual dan KDRT, pelakunya merupakan orang dekat.

“Harusnya semua kebijakan dibarengi dengan infrastruktur yang memadai. Sehingga bisa benar-benar efektif. Tanpa adanya dukungan infrastruktur yang mumpuni, otomatis program-program yang kami canangkan tidak akan berjalan dengan maksimal,” katanya. (sma/adm)

Baca juga :