Pasokan bahan baku bagi industri sandal di Kota Mojokerto tersendat. Hal itu akibat merebaknya virus corona di China. Sebab selama ini para perajin mengandalkan pasokan material untuk sandal, yang bahan bakunya masih diimpor dari negara tirai bambu tersebut.
Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, efek virus corona dirasakan oleh Choiron (45) salah satu perajin sandal di Lingkungan Kedungkwali, Kelurahan Miji, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto. Sebab, pasokan material untuk sandal yang bahan bakunya masih diimpor dari China yakni kulit sintetis dan lem jenis Poly Urethane (PU).
Menurutnya, kedua material itu diproduksi di Semarang, tapi bahan bakunya diimpor dari China. Kulit sentetis digunakan untuk membuat bagian upper sandal. Sedangkan lem PU untuk menyatukan semua bagian sandal. Mulai dari sol luar, sol dalam, hingga upper.
“Selama ini saya mengerjakan pesanan perusahaan di Surabaya. Bahan bakunya disuplai oleh perusahaan tersebut. Selama dua bulan terakhir pasokan bahan baku tersendat karena impor bahan baku dari China lebih ketat sejak merebaknya corona,” terangnya.
Dia juga mengatakan, sebelum corona merebak, pasokan kulit sintetis yang diterima mencapai 80 rol setiap bulan. Masing-masing rol sepanjang 25 meter dengan lebar 120 cm.
Dia memilih kulit sintetis impor karena variasi warnanya lebih bagus, dan harganya lebih terjangkau. Bahan impor saat ini Rp 110.000 per rol. Sedangkan bahan lokal Rp 80.000-90.000 per rol. Hanya saja kulit sintetis lokal sering kali panjangnya kurang dari 25 meter, lebarnya juga hanya 110 cm. “Kalau lem PU impor dari China karena lokal tidak ada,” tandasnya.
Saat pasokan lem lancar, Choiron menerima 60 boks setiap bulannya. Masing-masing boks berisi 15 Kg lem PU. Sementara bahan baku berupa sol luar maupun sol dalam sampai saat ini masih normal.
Dengan pasokan 120 rol kulit sintetis dan 60 boks lem PU, Choiron mampu membuat 20.800 pasang sandal dengan dibantu 8 karyawan. Sandal buatannya untuk laki-laki maupun perempuan mulai anak-anak hingga dewasa. “Saya kirim ke perusahaan di Surabaya, harga per pasangnya Rp 40.000 sehingga omzet saya saat pasokan bahan baku lancar Rp 832 juta,” jelasnya.
Sejak pasokan bahan baku tersendat, Choiron mengaku hanya menerima 50-60 rol kulit sintetis dan 40 boks lem PU setiap bulannya. Terbatasnya bahan baku membuatnya terpaksa mengurangi kapasitas produksi sandal dari 20.800 pasang menjadi 16.000 pasang dalam sebulan. Omzetnya pun anjlok menjadi Rp 640 juta per bulan.
Secara terpisah, Emru Suhadak (50), Ketua Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto (KOMPAK) mengatakan, merebaknya isu corona membuat pasokan bahan baku dari China terhadap para pelaku UKM sepatu maupun sandal menjadi tersendat.
Namun dia menilai, disisi lain ada dampak positif terkait merebaknya virus corona saat ini. Yakni produk alas kaki dari luar negeri juga kesulitan masuk ke pasar tanah air. Kondisi itu menjadi momentum bagi pengusaha lokal untuk menggenjot pemasaran di dalam negeri. “Sisi positifnya, produk jadi dari China sulit masuk ke Indonesia. Ini menjadi peluang bagi kami masuk ke pasar,” terangnya. (sma/adm)
Baca juga :