Terdampak Korona, PAD Kota Mojokerto Diproyeksi Turun 9,03 Persen

Dampak pandemi covid-19 juga berimplikasi terjadinya penurunan anggaran, seperti komposisi pendapatan daerah Kota Mojokerto yang tersaji dalam rperubahan APBD Tahun Anggaran 2020

Hasil pembahasan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPRD setempat menyebutkan komposisi pendapatan daerah Kota Mojokerto pada Perubahan APBD 2020 semula dianggarkan Rp 885,81 miliar diperkirakan terjadi penurunan menjadi Rp 805,86 miliar atau berkurang sebesar 9,03 persen.

Budiarto, juru bicara Banggar dalam rapat paripurna mengatakan, komposisi belanja daerah pada perubahan APBD tahun anggaran 2020 yang semula anggaran belanja ditetapkan Rp 1,14 trilyun, setelah perubahan turun menjadi Rp 993,80 miliar.

Sementara pendapatan asli daerah (PAD) semula dianggarkan sebesar Rp 205,93 miliar pada rancangan P-APBD 2020 diperkirakan terjadi penurunan menjadi sebesar Rp 199,50 miliar atau turun sebesar 3,12 persen.

Budiarto juga mengatakan, penyesuaian PAD ini dengan memperhitungkan potensi pajak daerah dan retribusi daerah sebagai akibat menurunnya kegiatan perekonomian pada saat pandemi covid-19 sesuai amanah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri dalam negeri dan menteri keuangan nomor : 119/2813/sj dan nomor : 177/kmk.7/2020 tanggal 09 april 2020.

Sedangkan Dana Perimbangan yang semula Rp 560,93 miliar mengalami penurunan menjadi sebesar Rp 509,81 miliar atau sebesar 9,11 %. Dana ini berasal dari sumber bagi hasil pajak bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) serta lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Dalam hal belanja daerah, Budiarto menyebut, komposisi belanja daerah pada P-APBD 2020 semula ditetapkan sebesar Rp 1,14 trilyun , setelah perubahan turun menjadi Rp 993,80 milyar yang meliputi komponen belanja tidak langsung, seperti belanja pegawai, belanja hibah, belanja bansos, dan belanja tidak terduga.

Sedangkan belanja langsung semula dianggarkan sebesar Rp 620, 51 miliar, pada P-APBD 2020 turun menjadi Rp 497,22 miliar. “Penurunan belanja langsung disebabkan adanya refocusing dan realokasi anggaran dari belanja langsung atau belanja barang jasa dan belanja modal) ke belanja tidak terduga untuk mendanai penanganan dampak pandemi covid-19,” tandasnya.(sma/ADV)