Lebih dari 25 orang yang terdiri dari berbagai kelompok seniman memainkan pertunjukan teater berjudul “ANU” di kebon milik warga di Desa Batankrajan, Kecamatan Gedeg, Mojokerto, Kamis lalu (29/10/2020).
Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, istilah “ANU” merupakan istilah dengan berbagai arti. Namun dalam pementasan kali ini, para seniman mengibaratkan sebagai bumi yang tengah rusak akibat ulah tangan manusia.
Tak hanya bumi yang sedang rusak akibat ulah manusia, dalam pergelaran teater yang digelar di kebon milik warga itu terdapat sindiran bobroknya sistem ataupun keadilan di tengah pandemi Virus.
Pagelaran seni pertunjukan teater yang di sutradarai Bagus Mahayasa sekaligus pembuat naskah ini, mengistilahkan sosok perempuan sebagai ibu Pertiwi yang menjadi peran utama.
Ibu Pertiwi diperankan oleh perempuan bernama Leny. Dia nampak menggendong boneka bayi yang dewasanya menjadi perusak bumi dengan diiringi tiga penari perempuan sebagi sosok suara hati perempuan.
Yang menarik perhatian dalam pagelaran seni ini adalah sosok laki-laki dalam kubangan tanah, yang diperankan oleh Kukun Tri Yoga. Dia berperan sebagai tanah yang menari seolah mengikuti iringan musik.
Dengan telanjang dada, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut tertutup tanah berwarna cokelat.
“Bumi Pertiwi sedang terluka, tubuhnya remuk terbalut wabah Merebak, bahkan seantero Nusantara yang entah kapan penghujungnya. Bumiku semakin sesak nafasnya, saat penghuninya merusak pepohonan dan mengali tanah tanpa melihat di sekitarnya” Sepenggal puisi yang diselipkan dalam teater berjudul “ANU”
Bagus Mahayasa mengatakan, naskah ini di tulis pada beberapa bulan yang lalu di kala pandemi. Berawal dari pembicaraan di warung kopi hingga terkuncinya seniman.
[sc name=”iklan-sisipan”]
“Saya tulis beberapa bulan lalu, menghadapi pandemi ini. Dibalik pandemi ini berkeinginan mengkorek-korek dari keinginan teman-teman seniman itu merasa tanda kutip “merasa di kebirikan” adanya pandemi mereka tidak berkreasi,” katanya.
Dia menceritakan, seolah hidup hari ini para seniman ini hidup di rumah sendiri, menjadi orang lain di rumah sendiri, seperti orang mati didalam rumah.
“Dengan karya judul “ANU” Kita coba untuk mengkritik memang, kita ambil dari bahasa sehari-hari. Kita hanya mampu membuat sebuah kode-kode harus bergerak bagaiamana iya atau tidak, sehingga kita mengistilahkan “ANU”. Anunya siapa ? Anunya kapan? Anunya dimana?,” jelasnya.
Kata Bagus, pertunjukan seni teater yang diperankan oleh 25 orang, mulai aktor hingga pengiring musik berisikan tentang kegelisahan terhadap kondisi bumi. Terlebih ditengah pandemi ini tidak bisa berkarya. “Hanya lewat anu inilah kami sampaikan untuk mengibaratkan kepada siapapun. Bumi kita tanah kita dalam kondisi tak baik-baik saja,” tegasnya.
Pagelaran ini merupakan pertunjukan yang digagas oleh berbagai komunitas seniman. Selain para pegiat seniman Teater, juga seni rupa, dalang, hingga tari. (sma/udi)
Baca juga :