Kasus pembongkaran papan reklame di Mojokerto dan munculnya kebijakan moratorium perizinan reklame yang dikeluarkan Walikota, hingga kini masih digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Surabaya dan masih dalam proses persidangan.
Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, agenda sidang dalam gugatan yang dilayangkan Direktur Utama CV. Pandu Putra Majapahit, Mohammad Agus Fauzan tersebut kini sudah sampai tahap pemeriksaan setempat (PS), Jum’at 27 November 2020.
Hakim PTUN langsung datang ke Mojokerto untuk melakukan cek lokasi di beberapa titik reklame yang dibongkar. Dengan didampingi pihak tergugat, yakni, Satpol PP Kota Mojokerto dan Walikota Mojokerto yang diwakili Bagian Hukum Pemkot Mojokerto, juga dihadiri pihak penggugat.
Pemeriksaan Setempat (PS) dipimpin langsung oleh majelis hakim TUN yang meninjau beberapa lokasi pemeriksaan. Diantranya, Alun-alun Kota Mojokerto, Jalan Majapahit, Jalan Benteng Pancasila dan Jalan By pass Kenanten.
Ahmad Mukhlisin, Kuasa Hukum CV Pandu Putra Majapahit mengatakan, sebelumnya pihaknya memang mengajukan PS terkait gugatan pembongkaran papan reklame di Mojokerto. “Kami ingin agar majelis hakim mengetahui fakta, bahwa penindakan reklame di Mojokerto ini tidak semua, artinya ada tebang pilih,” tegasnya.
Mukhlisin juga mengatakan, ada bukti nyata yang ditunjukkan kepada majelis hakim. Seperti bekas reklame milik CV. Pandu Putra Majapahit yang dibongkar, sedangkan di sebelahnya diganti, ada kontruksi reklame baru.
Selain itu, majelis hakim juga diperlihatkan adanya papan reklame raksasa yang berada di Alun-alun dan jalan Majapahit Kota Mojokerto yang sudah diberi tanda silang tamun, tidak dibongkar. Sementara papan reklame milik kliennya banyak yang dibongkar paksa.
Juga ada beberapa reklame di jalan Bypass Kenanten yang sudah diberi tanda silang dan kondisinya tidak layak dan rawan, tapi belum dibongkar. “Disini, ada reklame yang kondisinya tak layak justru tak dilakukan pembongkaran. Dan ini tidak diketahui ada ijinnya atau tidak,” tandasnya.
[sc name=”iklan-sisipan”]
Kata Mukhlisin, keterangan dari pihak tergugat terkai tidak dibongkarnya reklame yang bertanda silang, karena tidak ada anggaran pembongkaran. “Padahal dalam persidangan dikatakan anggaran pembongkaran itu ada dan dikelola oleh bendahara,” bebernya.
Dalam hal ini, penggugat ingin menunjukan bukti bahwa di Kota Mojokerto ada ketidakadilan dan tebang pilih. “Justru pengusaha lokasi yang terkesan dibasmi. Ini pertanyaan bagi kita, sebenarnya di Kota Mojokerto ini ada apa,” pungkasnya.(tim/sma)
Baca juga :