Selain Pencemaran Sungai, Galian C di Gondang Sebabkan Tetangga Jadi Tak Akur

Penolakan aktivitas galian C oleh warga Dusun Seketi, Desa Jatidukuh, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto terus digelontorkan. Pasalnya adanya penambangan itu berimbas pada tercemarnya air sungai yang tiap harinya dimanfaatkan warga dusun untuk mandi, cuci, kakus (MCK).

Meski aktivitas galian tersebut berada di lain Dusun yakni, Dusun Pulo Rejo, Desa Bening, namun imbas adanya aktivitas galang C itu diterima oleh warga Desa Jatidukuh.

Berdasarkan informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, AS, warga sekitar menjelaskan, setidaknya ada sekitar 225 kepala keluarga (KK) penduduk Dusun Seketi, Desa Jatidukuh terimbas adanya aktivitas galian C yang berada di tegangan Desa. Yakni warga yang selama ini mengantungkan aliran air sungai setiap harinya untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun, sejak beroperasinya galian C di Dusun Pulo Rejo yang tak jauh dari Dusun Seketi itu membuat sungai tercemar.

”Sejak ada galian itu air sungai jadi keruh berlumpur. Padahal warga setiap harinya pakai air sungai itu buat mandi, cuci-cuci, dan lainnya (MCK). Kalau untuk masak dan minum beli air galon atau isi ulang terus digodok lagi,” terangnya.

Galian pasir dan batu (sirtu) tersebut mulai beroperasi sekitar Mei tahun lalu. Sementara lokasi galian tersebut berada lebih tinggi ketimbang aliran sungai yang mengaliri Dusun Seketi.

”Bahkan truk yang muat batuan besar yang masih ada lumpurnya itu nyucinya juga di sungai dekat gapura dusun sini, sehingga bekas aliran ini kembali ke sungai,” terangnya.

Tak sampai disitu, AS menerangkan dampak adanya aktivitas galian C yang menjadi polemik tersebut turut membuat jalan dusun menjadi licin dan rusak.

Tak hanya itu, imbas lain dari adanya aktivitas galian C itu juga membuat polemik konflik sosial ditengah keluarga dan masyarakat.

”Ada suami-istri yang bertengkar tiap hari gara-gara berselisih pendapat tentang itu. Bahkan ada keluarga yang mendukung pemilik galian dikucilkan sama warga,” tandasnya.

Sementara itu, Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polres Mojokerto, Ipda Herlambang, menjelaskan, saat ini polemik tersebut masih dalam proses penyelesaian dan pembayaran kompensasi. Upaya penyelesaiannya pun tengah diselesaikan di Polda Jatim.

”Waktu kami cek galian itu masih belum operasi lagi. Sekarang itu masih klarifikasi di Polda (Jatim) juga. Intinya ya masih berkaitan dengan kompensasi itu,” ucapnya.

Menurutnya, polemik tersebut lantaran adanya kesalahpahaman dan kurangnya sosialisasi antara pihak desa dan warga terkait kompensasi.

”Akhirnya ada (warga) yang merasa sudah menerima (kompensasi) dan ada yang belum,” tambahnya

Disinggung mengenai legalitas galian, pihaknya menyebutkan galian sirtu tersebut telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi.

”Dari informasi yang kami dapat, itu ada izin tambang tingkat eksplorasi. Untuk izin lainnya mungkin sedang dalam proses ya,” tegasnya.

Dia menambahkan, bila terbukti ada aktivitas galian C yang tak berizin bakal dijerat petugas dengan Pasal 158 Undang-Undang RI No 3 tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

”Itu ancaman maksimalnya pidana 5 tahun dan denda Rp 100 miliar,” tukasnya. (mya/tim)

Baca juga :