Tren Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Meningkat, Pemkot Mojokerto Dorong Masyarakat Berani Lapor

Rakor Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di aula kantor Dinas Sosial P3A Kota Mojokerto, Rabu (25/10/2023).

Mojokerto – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai daerah, termasuk Kota Mojokerto terus mengalami peningkatan. Sehingga, perlu dilakukan pencegahan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Pemkot Mojokerto terus mendorong korban tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak atau masyarakat yang mengetahuinya agar berani melaporkan ke pihak berwenang.

Choirul Anwar, Kepala Dinas Sosial P3A Kota Mojokerto saat membuka Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di aula kantor setempat, Rabu (25/10/2023) mengatakan, keberanian korban atau masyarakat untuk melapor ini akan memudahkan pemerintah maupun aparat untuk melakukan pencegahan dan penindakan. Sehingga, hal tersebut tidak akan terulang lagi.
“Ketakutan korban untuk melapor mungkin karena ketidaktahuan, menjadi salah satu sebab. Mari kita edukasi masyarakat agar berani melapor kalau terjadi kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak,” ungkapnya.

Anwar juga mengatakan, korban atau masyarakat yang melapor tidak perlu merasa takut, karena identitasnya akan dirahasiakan. Pemkot Mojokerto juga sudah menyiapkan kanal untuk layanan pengaduan melalui Call Center 112.

Sementara terkait data kasus kekerasan teradap perempuan dan anak di Kota Mojokerto tercatat, pada pada tahun 2019 sebanyak 35 kasus dengan rincian, kekerasan terhadap anak sebanyak 21 kasus, perempuan sebanyak14 kasus,

Sedangkan pada tahun 2020 sebanyak 28 kasus (14 kasus anak dan 14 kasus perempuan). Tahun 2021 sebanyak 24 kasus (13 kasus anak dan 11 kasus perempuan). Tahun 2022 sebanyak 25 kasus (13 kasus anak dan 12 kasus perempuan) dan Tahun 2023 per 20 Oktober 2023 sebanyak 29 kasus (19 kasus anak dan 10 kasus perempuan).

“Ini data korban yang berani melapor, hanya sebagian kecil dari kasus yang benar-benar terjadi di masyarakat. Artinya, seperti fenomena gunung es, masih banyak kasus di bawah yang belum diketahui,” jelasnya.

Dari sisi kuantitas, data tindak kekerasan yang tercatat pada pihaknya kurun lima tahun terakhir itu menunjukkan tren kenaikan kasus. “Tapi jangan dilihat dari sisi negatif, justru sebaliknya. Ini juga indikasi bahwa masyarakat mulai berani dan percaya untuk melapor,” tandasnya.

Menyikapi peningkatan kasus tersebut, kata Anwar, diperlukan strategi khusus untuk meminimalisir melalui penerapan manajemen kasus yang terarah, komprehensif dan berkelanjutan, sehingga tidak terjadi kasus yang terulang.

Menurut Anwar, kondisi Kota Mojokerto sebenarnya dapat dilihat melalui Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IPG Kota Mojokerto mengalami tren kenaikan per tahun. Dari 90,77 di tahun 2019 menjadi 93,53 pada 2023. Hal itu menunjukkan bahwa kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan sangat kecil, karena IPG Kota Mojokerto hampir mendekati angka 100.

Sedangkan dalam hal IDG Kota Mojokerto, angkanya 72,34, sementara IDG rata-rata Propinsi Jawa Timur mencapai 74,42. Menurut Anwar, kenaikan tersebut menunjukkan bahwa IDG Kota Mojokerto masih dibawah rata-rata IDG Propinsi Jawa Timur.

Selain indikator IPG dan IDG, indikator ketimpangan gender, salah satunya adalah masih banyaknya kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak, khususnya di Kota Mojokerto. Komitmen dan sinergitas lintas sektor yang kuat diperlukan untuk merespons kompleksitas permasalahan dan penanganan kasus perlindungan perempuan dan anak,” tegasnya.

Sekedar infomasi, dalam Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Dinas Sosial P3A Kota Mojokerto mengundang narasumber dari LPA Propinsi Jatim Budiyanti dan LBH Permata Law, Kholil Askohar. Serta melibatkan perwakilan GOW, perwakilan CSR, tiga pengemudi ojol perempuan, Dinas Kesehatan PPKB, Satpol PP Polresta Mojokerto, Kejari Kota Mojokerto dan media massa.(tim/sma)

Baca juga :