Pra Buku ke E-Book : Evolusi Literasi dalam Era Digital

Gambar : (Sumber https://pin.it/5M9C6h1)

Buku pertamakali ada bukanlah berbentuk kertas seperti saat ini akan tetapi orang tiongkok yang pertamakali mengembangkan tinta, bentuk kuas dan kertas dengan menumbung berbagai macam tanaman, air dank ain perca, yang kemudian di keringkan di atas bamboo.

Pada tahun 1050 orang tiongkok membuat mesin press dari logam, tanah liat dan kayu . setelah itu orang korea kemudian semakin mengembangkan percetakan Pro-1234. Namun setelahnya percetakan tidak berkembang dengan baik. Logam bergerak kembali di temukan oleh Johannes Guttenberg dari Jerman pada tahun 1455 dan mencetak sebuah Alkitab, di situlah inovasi berlanjut.

Alkitab Guttenberg diterbitkan pada tahun 1455 hasil dari pengembangan mesin cetak , dari situlah buku, selebaran dan pamflet mulai dicetak dengan biaya produksi yang jauh lebih murah serta mengurangi waktu untuk memproduksi buku.

Masyarakat yang awalnya hanya orang yang berpendidikan tinggi saja yang mampu membeli buku. Namun dengan adanya inovasi mesin cetak tersebut masyarakat yang berpendidikan rendah pun mulai membelinya.

Perkembangan E-book

Teknologi penerbitan telah berkembang secara signifikan dalam 560 tahun sejak Gutenberg menemukan mesin cetak. Meskipun upaya pertama kali diarahkan untuk mengembangkan teknik yang lebih efektif untuk mencetak tinta ke atas kertas, teknologi penerbitan tidak berkembang dengan cepat selama hampir 400 tahun.

Munculnya penerbitan elektronik yang mencakup fenomena penerbitan mandiri, pengembangan e-commerce online, pertumbuhan buku berdasarkan permintaan, dan pengaruh yang baik dari perangkat Kindle terhadap penerimaan publik atas e-book-merupakan salah satu terobosan utama.

Pada tahun 2012, Google mulai mendigitalkan buku cetak sebagai bagian dari pergeseran ini. Bahkan dengan semakin populernya e-reader seperti Kobos, Nooks, dan Kindles dari Barnes & Noble, beberapa orang masih lebih suka membaca dari buku cetak karena mereka merasa tampilan komputer lebih lambat dan lebih sulit dibaca.

E-book menjadi semakin populer, bahkan melampaui penjualan buku konvensional, yang mendorong peningkatan e-commerce. Penulis sekarang memiliki kesempatan untuk menerbitkan karya mereka secara mandiri secara online tanpa bergantung pada penerbit tradisional. Mayoritas buku yang dijual masih dalam bentuk cetak, tetapi penulis memiliki pilihan untuk menawarkan salinan digital secara online.

Dengan layanan seperti desain halaman, tata letak, dan desain sampul yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Para penulis sekarang dapat menerbitkan karya mereka dengan biaya yang lebih rendah berkat pertumbuhan penerbitan mandiri secara online.

Buku-buku yang tidak lagi dicetak atau berada dalam domain publik juga dapat disediakan oleh perusahaan besar seperti Google dan Amazon.

Toko Buku Digital Di Indonesia

Kemunculan toko buku digital di Indonesia semakin menarik minat pembaca, terutama karena pemesanan mereka yang mudah digunakan dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan modern. Wayang Force, Scoop, Aksara Maya, Buqu, Bookmate Indonesia (Indosat), Qbaca (Telkom), dan Scoop adalah beberapa toko buku digital yang berkembang pesat di Indonesia.

Selain itu, beberapa penerbit juga membuat toko buku digital mereka sendiri: UI Press, IPB Press, Unair Press, Unsri Press, eRosda (Rosdakarya), Gramediana (Gramedia), Lumos (Mizan), dan lain sebagainya.

Dua puluh persen penerbit secara aktif memasuki pasar buku digital, yang merupakan proporsi yang patut dicatat. Penerbit-penerbit terkemuka, termasuk Gramedia, telah secara efektif menyesuaikan diri dengan kebiasaan membaca dan pola pembelian konsumen Indonesia yang terus berkembang.

Prevalensi toko buku online dari penerbit besar, seperti Gramediana, menunjukkan betapa populernya pembelian buku digital. Hal ini juga terlihat dari strategi Gramediana yang menjual buku secara bundling-yaitu menjual buku digital dan buku fisik secara bersamaan-khususnya untuk judul-judul yang masih dalam bentuk cetak.

Bagi pemilik toko buku ritel yang ingin tetap kompetitif di pasar, toko buku digital menjadi pertimbangan yang semakin penting. Semakin banyak pecinta buku yang tidak lagi mengunjungi toko buku untuk melakukan pembelian buku. Keinginan untuk menyederhanakan berbagai hal dan pergeseran gaya hidup yang dihasilkan juga berkontribusi pada pertumbuhan eksplosif penjual buku digital. Dalam hal ini, mempertahankan daya tarik toko buku di era digital membutuhkan pendekatan kreatif seperti menggabungkan buku fisik dan digital.(*)

Catatan :
Artikel ini ditulis berdasarkan tugas matakuliah Perkembangan Teknologi dan Komunikasi

Penulis :
Arike Amanda Syaqofa, Raissa Aulia Arifin Putri, Muhammad Faishal Ramadhan. Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Dosen pengampu :
Ibu Dewi Sri Andika Rusmana, S.I.Kom., M.Med.Kom.

Baca juga :