Desa Batan Krajan ternyata memiliki sejarah yang kental dengan Kerajaan Majapahit. Karena di desa yang masuk wilayah Kecamatan Gedek ini dulu hampir semua masyarakatnya adalah pengrajin batu-bata dan disetorkan ke kerajaan Majapahit.
Sejarah panjang Desa Batan Krajan Sabtu kemarin (03/08/2019) ditampilkan dalam sebuah teater yang unik dan menarik, karya Kukum Tri Yoga yang dipentaskan oleh sekelompok pemuda Desa Bersama Komunitas teater Persada di lapangan bola volley Desa Batan Kerajan, Kecamatan Gedeg, Mojokerto.
Acara yang digelar di lapangan bola volley Desa Batan Kerajan, Kecamatan Gedeg ini pun menjadi tontonan apik bagi ratusan generasi milenial.
Menyimak aksi teatrikal para pemuda ini diceritakan asal usul Desa Batan Krajan. Ketika masyarakat masih dalam naungan kerajaan, sebelum akhirnya terbentuk nama sebuah desa Batan Kerajan, di wilayah Kabupaten Mojokerto.
Bermula dari tanah kamerdekan/tanah hadiah dari Wiro Bastam, salah satu senopati di kerajaan Mojopahit yang sudah mampu membabat alas lor (hutan sebelah utara) sungai brantas, lalu dari situ berkembanglah sebuah wilayah yang hampir seluruh orangnya membuat batu bata yang nantinnya di setorkan ke kerajaan majapahit.
Di lokasi itu, diceritakan adanya persaingan antara dua kubu Karso dan Barjo yang terlibat bisnis pembuatan batu-bata yang disetorkan kerajaan. Karso, adalah sosok orang yang rakus yang haus akan harta, sedangkan Barjo merupakan sosok orang yang adil.
Dalam bisnis di era kerajaan tersebut muncul konflik dan persaingan yang tidal sehat. Ada permainan harga dan keserakahan yang menjadi faktor utama terjadinya konflik. Karso dipercaya oleh kerajaan mendapatkan tanah bagian sebelah utara dan barjo sebelah selatan.
Dalam alur cerita, Karso yang memerankan watak antagonis, dibantu tetangganya, Bayanaka yang memiliki watak yang ingin menang sendiri. Dia dengan mudah meracuni fikiran Karso untuk mendapatkan segalanya.
Adegan pun ditata apik dengan memberi sentuhan haru, syahdu dan dramatis. Ditambah adanya adegan jenaka juga diperlihatkan oleh sesosok orang gila makin melengkapi kualitas penampilan teater ini.
Adegan semakin menarik perhatian ketika Karso dan Barjo mulai memberi harga yang berbeda kepada anak buahnya masing-masing. Karyo yang serakah hanya memberi harga tiga keping di setiap satu pikul batu bata dari kekerajaan. Berbeda dengan Barjo yang adil dalam setiap kelipatannya sesuai harga dikerajaaan.
Konflik semakin memanas ketika anak buah Karso setiap malam mencuri batu bata milik Barjo. Hingga terjadi pertempuan darah antara kubu Karso dan Barjo di tengah malam yang hanya diterangi lampu obor.
Hingga akhirnya muncul perempuan cantik dan bijak yang bernama Nyai Pandan Sari, orang kepercayaan Wiro Bastam. Seketika itu, pertikaian antar dua kubu terhenti saat Nyai Pandan Sari datang dan mengusir dalang kerusuhan.
Penampilan pun akhinya masuk pada saat-saat klimaks dan berakhir dengan pesan yang tersampaikan. Yakni, asal usul desa Batan Krajan.
“Desa ini disebut Batan Kerajan karena pada era Kerajaan daerah ini mayoritas pembuat batu bata yang disetorkan ke Kerajaan,” Ungkap Kukun Triyoga pembuat naskah Batan Kerajan.
Kata Kukun Triyoga, pementasan ini sekaligus sebagai gerakan anak Desa menyambut hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Dalam teater alam ini sedikitnya 80 aktor digerakan mulai dari anak anak hingga pemuda desa. Dan dotonton lebih dari 500 orang.
Drama karya Kukun ini dikemas dengan apik untuk mengenalkan Teater ke masyarakat Desa maupun kaum milenial.
“Membutuhkan waktu satu setengah bulan dalam penggarapan naskah, dan mengarahkan 80 aktor, khusunya anak anak yang sulit harus memberikan arahan hingga menyesuaikan jadwal latihan,” tambah Kukun.
Sementara pesan yang ingin disampaikan dalam pemetasan cerita Batan Kerajan ialah sejarah panjang nama Desa Batan Kerajan dan mengenalkam teater di tengah tengah Masyarakat.
“Teater bukanlah tungangan untuk mendapatkan keuntungan, melainkan pertunjukan untuk pesan yang belum tersampaikan,” pungkasnya.(sma/udi)
Baca juga :