Perbup “Skoring” Pilkades Serentak di Mojokerto Bisa Direvisi, Kapan ?

Polemik terkait Peraturan Bupati (Perbup) Mojokerto Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pemilihan Kepala Deda (Pilkades) yang dinilai merugikan bakal calon Kades petahana karena mudah digugurkan saat seleksi administrasi, mendapat perhatian serius dari kalangan dewan dan pakae hukum.

Karena, dengan adanya skoring yang mengacu pada usia, pendidikan dan pengalaman secara otomatis bakal calon Kades ketahanan yang notabene banyak lulusan SMA dan berusia tua akan mudah digugurkan pada seleksi skoring.

Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, kalangan DPRD pun berencana menelurkan rekomendasi agar Bupati Mojokerto segera merevisi aturan itu meski tahapan pilkades sudah berjalan. Sikap dewan ini muncul setelah ratusan Kades yang mencalonkan lagi (petahana) ramai-ramai mendatangi gedung DPRD untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan terkait revisi aturan Pilkades.

Polemik ini, juga mendapat perhatian dari pakar hukum Mojokerto, Anam Anis, SH, yang menyatakan, peraturan bupati (perbup) bisa saja dilakukan perubahan asalkan dengan sejumlah catatan.

Anam Anis mencontohkan, misalnya pada unsur skoring usia. Dalam perbup itu disebutkan, bakal calon kades (bacakades) dengan usia 25-31 tahun memperoleh 5 poin. Sedangkan, usia 31-37 dengan 4 poin, usia 37-43 tahun dengan 3 poin, sementara usia 43-49 dengan 2 poin, dan bobot 1 nilai bagi bacakades dengan usia 49 tahun lebih.

Menurut Anam Anis, unsur usia tidak layak dilakukan skoring. Karena, pembobotan nilai ini justru melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). ’’Ini cacat hukum,’’ tambahnya.

Idealnya, kata Anam Anis, regulasi itu hanya mengatur batasan minimal dan maksimal usia yang diperbolehkan dalam mencalonkan kepala desa. Namun, meski sangat layak direvisi, namun regulasi yang dibuat nanti juga tak memperbolehkan memberikan keistimewaan terhadap salah satu kandidat, seperti tidak adanya proses seleksi administrasi dan seleksi tambahan bagi petahana.

“Kalau ada pengistimewaan, tentu tidak diperbolehkan. Harus sepadan dan dipandang sama dalam hukum. Hukum tidak boleh diskriminatif,’’ jelasnya.

Anam Anis juga sepakat dalam perbup ini muncul skoring terhadap strata pendidikan bacakades. Menurutnya, dengan skoring ranah pendidikan, akan menyaring kandidat yang memiliki kualitas dalam menjadi pemimpin.

Lantas, kapan perbup ini bisa direvisi ?, apakah bisa dilakukan jika tahapan pilkades sudah berjalan?

Anam Anis menjelaskan, semua aturan bisa saja direvisi, Pun demikian dengan Peraturan Bupati terkait pilkafes yang sudah melalui dua kali perubahan, kapan saja bisa dilakukan revisi. ’’Apakah sempurna, kalau tidak sempurna, bisa saja direvisi. Dan itu tidak cacat hukum,’’ tegasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya sejumlah calon kepala desa petahana memprotes munculnya skoring dalam pilkades serentak kali ini. Mereka menilai, regulasi ini dianggap merugikan mereka karena bisa dieliminasi dengan mudah. Mereka mendesak perbup ini direvisi.(sma/udi)

Baca juga :