Di Bumi Majapahit Mojokerto, ada sebuah warung kopi yang melegenda sejak tahun 1972. Warung kopi di gang sempit yang jadi tempat berkumpulnya warga dengan tawa dan hembusan aroma kopi yang khas menyerbak menusuk hidung.
Disitulah tempat kedai kopi ‘Mbok Tajeng’ di Dusun Brejel Wetan, Desa Pucuk, Kecamatan Dawarblandong, Mojokert yang selalu ramai dan tak pernah sepi.
Kedai kopi Mbok Tajeng ini memang biasa disebut warung kopi saring. Kenapa, lantaran dalam penyajiannya juga ditambahkan saringan kecil. Agar para penikmat kopi bisa menyaring kopi tersebut sebelum diseruput.
“Sejak ibu mertua saya yang jualan dulu memang sudah menggunakan saringan. Kopinya kan kita tumbuk sendiri jadi kondisinya masih kasar. Nah sekarang menjadi ciri khas kopi di sini,” jelas Muhammad Zainul (24) Cucu almarhum Mbok Tajeng.
Dalam melayani para pembeli, di Warkop ‘Mbok Tajeng’ begitu lihai meracik seduhan kopi saring sebelum disuguhkan kepada penikmat kopi. Tak ada alat khusus, dia hanya butuh sebuah sendok makan sebagai takaran.
“Kami memiliki tiga jenis rasa kopi saring, yakni paitan (pahit), sedang dan manis. Kalau pahitan, takarannya tiga banding satu. Tiga sendok kopi dan satu sendok gula,” katanya.
Dalam proses pengadukan, dia menjelaskan, tak asal-asalan, memeliki trik sendiri dalam mengaduk secangkir kopi saring yakni sebanyak 60 putaran berlawanan dengan arah jarum jam. Agar rasa kopi saring yang sudah menjadi khas semakin nikmat.
Dalam proses penyajian, dia tak sendirian, dia dibantu Tumina alias Yuk Tum, anak Mbok Tajeng sekaligus generasi kedua penerus kopi saring. Dia bertugas untuk memproduksi kopi saring. Butiran kopi robusta diolahnya sebelum bisa disajikan ke para pelanggan setia.
Di atas tungku dengan bahan bakar kayu, wanita berusia 43 tahun ini nampak begitu telaten menggoreng butiran kopi robusta pilihan. Asap putih dan bau wangi khas kopi, begitu saat tangannya mengaduk kopi di dalam kuali dari tanah liat itu.
“Kalau setiap hari biasanya menghabiskan lima kilogram kopi. Prosesnya dibuat sendiri, mulai menggoreng, kemudian ditumbuk menggunakan alat tradisional,”ungkap Rodi (47), menantu Mbok Tajeng yang kini mengurus kedai kopi peninggalannya itu.
Dulu, warung kopi saring Mbok Tajeng tak sebesar ini. Menurut Rodi, kala itu warung kopi mertuanya itu hanya berukuran mini, berkisar 3X5 meter persegi. Berdinding anyaman bambu serta berlantai tanah. Meski begitu, warung kopi ini memang tak pernah sepi dan selalu menjadi jujukan.
Selain rasa yang nikmat dan ciri khas menggunakan saringan. Harga kopi di warung Mbok Tajeng, ini juga cukup merakyat. Untuk satu cangkir kecil kopi saring, hanya dipatok Rp 2.000. Sedangkan cangkir berukuran sedang Rp3.000. Sementara, gorengan ketan hanya Rp1.000.
Tak heran, sejak berdiri tahun 1972 warung kopi saring Mbok Tajeng ini mampu bertahan dan berani bersaing meski berada di tengah pedesaan.
Bahkan, sejak berdiri hingga sekarang, banyak pelanggan setia dari luar kota yang sengaja datang untuk menikmati kopi saring ini.
“Ada dari Surabaya, Gresik, dari wilayah Mojokerto sendiri juga banyak. Alhamdulillah tidak pernah sepi setiap harinya,” tegasnya.
Seorang pelanggan asal Gresik misalnya, dia mengaku sudah puluhan tahun sengaja datang ke warung kopi yang terletak di Dusun Brejel Wetan, Desa Pucuk, Kecamatan Dawarblandong, Mojokerto ini.
“Selain nikmat kopi yang khas, cara penyajian kopi saring di sini sangat khas,” pungkasnya.(sma/udi)
Baca juga :