Bawa Kemenyan, Warga Trowulan Mojokerto Demo Pungli PTSL Hingga Jutaan Rupiah

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau dulu disebut Prona merupakan program sertifikasi tanah secara gratis dari pemerintah pusat. Namun, di tingkat desa banyak dipermainkan oleh oknum perangkat. Bahkan, di Mojokerto sudah ada beberapa perangkat yang sudah tersandung kasus pungli PTSL.

Terkait dugaan pungli PTSL, Puluhan warga Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto juga melakukan aksi demo di Kejakaan Negeri (Kejari) Mojokerto, Jumat (8/11/2019).

Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, warga yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Hukum mendatangi kantor Kejari dengan membawa spanduk bertuliskan ‘Brantas Pungli Sampai Akar-akarnya’.

Dengan membawa tumpeng dan dupa. Puluhan warga meminta agar Kejari segera menindaklanjuti laporan warga pada, Selasa (29/10/2019) terkait dugaan kasus pungli Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Watessumpak, Trowulan.

Menurut warga, dalam pelaksanaan PTSL ini warga diminta menyerahkan biaya administrasi untuk pendaftaran PTLS oleh panitia dan oknum perangkat desa antara Rp 300 ribu hingga Rp 1,5 juta, tanpa ada kwitansi pembayaran.

Menyikapi aksi warga ini, Agus Hariyono, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) berjanji akan menindaklanjuti laporan warga terkait pungli PTLS Desa Watesumpak.

“Kami baru terima laporan ini, terima kasih kami diberikan dorongan untuk melakukan penyelesaian permasalahan ini,” ungkapnya, Jumat (8/11/2019).

Agus juga mengatakan, pihaknya akan mempelajari kasus tersebut dengan tetap akan melihat azas praduga tak bersalah dan fakta-fakta.

Selain itu, pihaknya juga perlu meminta keterangan dari sejumlah warga untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di Desa Watesumpak terkait kasus dugaan pungli PTLS 2019 tersebut.

Sementara, Koordinasi Aliansi Masyarakat Peduli Hukum, Hendro mengatakan, dalam dugaan kasus pungli PTLS di Desa Watessumpak ini. Warga dimintai biaya bervariasi Angara Rp 300 Ribu hingga Rp 1,5 juta. “Untuk biaya tidak ada kesepakatan, oknum menyatakan ada administrasi sebesar itu. Nilainya variatif, mulai Rp300 ribu sampai Rp1,5 juta tapi jika dirata-rata Rp366 ribu,” ungkapnya.

Menurut Hendro, banyak pemohon yang perekonomiannya kurang mampu Sehingga harus hutang dan menjual barang untuk melakukan pendaftaran.(sma/udi)

Baca juga :