DPRD Kota Mojokerto akhirnya melakukan hearing terkait keluhan PKL jalan Majapahit yang terimbas dengan surat keputusan Walikota Mojokerto tentang pembatasan jam malam.
Informasi yang dihimpun suaramojokerto.com, sejumlah perwakilan PKL melalui Asosiasi Pedagang Islam (API) di Kota Mojokerto meminta Surat Edaran (SE) Walikota Mojokerto Nomor 4433/4026/417.309/2020 dicabut per Kamis 30 April 2020.
Penerapan jam malam maupun penutupan sejumlah jalan protokol di kota Mojokerto dianggap meresahkan warga, khususnya pelaku usaha. Meski hal itu sebagai upaya pencegahan wabah virus Corona.
Sukarno Aldro, Koordinator API Kota Mojokerto menjelaskan, dalam hearing dewan, pihaknya memyampaikan aspirasi pedagang khususnya Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terdampak SE Walikota, terkait penutupan usaha pukul 19.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB cukup meresahkan.
“SE Walikota yang penutupan usaha pukul 19.00 WIB itu jelas merugikan. Bulan puasa orang tarawih, baru turun dari mushola maupun masjid pukul 19.30 WIB, dan itu jam-jam efektif. Terus Surat edaran sendiri juga bertentangan dengan dasar hukum, iya harusnya dicabut, sebab bertentangan,” tegasnya, (30/4/2020).
Dia menilai, kebijakan yang dilakukan Walikota Mojokerto tidak sesuai dengan aturan Menteri maupun Gubernur Jawa Timur yang tidak memperbolehkan adanya penutupan-penutupan, baik itu jalan-jalan maupun usaha-usaha.
Dia juga mencatat, ada ratusan PKL yang terdampak, khususnya di dua jalan protokol pusat perekonomian masyarakat Kota Mojokerto seperti di Jalan Majapahit dan Benteng Pancasila (Benpas).
“Banyak sekali, kalau di Benteng saja pindahan dari Joko Sambang dan alun-alun ada 200. Sedangkan yang ada dipinggir jalannya ada 150. Belum lagi di Jalan Mojopahit, dan lain-lain, begitu juga toko-toko yang ada pegawai semua terdampak ada PHK besar-besaran gimana nasibnya kan kasian mereka,” bebernya.
Pihaknya dan ratusan PKL yang terdampak SE Walikota Mojokerto tersebut menginginkan sejak 30 April 2020 sudah tidak ada lagi penutupan, baik jalan maupun toko.
“Kita mendukung pencegahan. Jangan sampai Covid-19 mewabah di Kota Mojokerto ini. Meski harus Physical Distancing, harus Sosial Distancing yang sesuai protokol kesehatan secara ketat,” tandasnya.
Sementara itu, Junaedi Malik, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto mengatakan, kebijakan Pemkot terkait Jam malam dinilai timpang. Sebab pemerintah pusat maupun SE Kementrian ataupun Mendagri untuk memutus mata rantai Covid-19 dengan physical distancing maupun sosial distancing.
Bukan penerapan jam malam di jalan-jalan, maupun penutupan warung, toko atau usaha lainnya.
“Ini kan juga kurang efektif. Seperti yang sudah saya sampaikan, dengan SE itu tujuan utama Walikota maupun kebijakan pemerintah berharap tidak ada interaksi dari luar Kota Mojokerto ke Kota Mojokerto. Untuk menghindari kerumunan dengan harapan physical distancing bisa berjalan efektif,” jelasnya.
Dia berharap, agar Pemkot Mojokerto harus melakukan check point di ruas jalan-jalan atau pintu masuk dari berbagai perbatasan diseluruh akses masuk ke Kota Mojokerto. Bukan membuat jam malam, dan menutup usaha warga dijam-jam tertentu yang mematikan perekonomian masyarakat. (sma/ADV)
Baca juga :