Sejak awal tahun lalu itu sebenarnya dirinya tak tahu akan adanya wabah penyakit corona bakal masul Indonesia. “Ya, saya memang ingin merambah ke penjualan online, karena era-nya memang sudah kesitu. Kalau sekarang ada corona, justru saya ingin mengajak teman-teman perajin lainnya yang masih konvensional untuk merambah online,” tambahnya.
Po Sugik juga mengatakan, dengan branding toko SPO Helmet dia memasarkan lewat online, baik melalui media sosial maupun mengikuti marketplace yang banyak bermunculan di Indonesia.
Namun, diakuinya kalau omset penjualan helm bikinannya kini sangat anjlok dari ratusan per minggu menjadi hanya puluhan produk, tapi dia optimis pasar online akan menjanjikan. “Alhamdulillah. Meski jauh dibanding sebelumnya, tapi ini bisa menjadi solusi jangka panjang,” ujarnya.
Sementara Erwinsyah, kolega Po Sugik menceritakan, sebenarnya pemasaran helm lewat online tidak mudah, oleh karena Itu harus mengetahui tata cara dan prosedur yang berlaku. ’’Ibarat belajar sepeda, harus tahu cara menjaga keseimbangan sekaligus cara mengayuh yang benar,’’ ungkapnya.
Erwinsyah juga mengatakan, pemasaran online jauh berbeda dibanding pemasaran konvensional. Kalau konvensional perajin tinggal memproduksi helm sebaik dan sebanyak-banyaknya.
Namun, kalau pemasaran online tidak cukup hanya memproduksi barang, tapi juga harus belajar dari nol. “Harus belajar memfoto produk, mendesain, hingga memasarkannya sendiri. Awalnya memang berat,’’ ujarnya.
Meski demikian, baik Erwinsyah maupun Sugianto menegaskan bahwa pemasaran online harus dicoba karena cukup menjanjikan. “Harus dicoba, harus banyak belajar, harus sabar dan sedikit lebay. Seperti membiasakan diri menyapa pembali dengan sebutan kakak,” tambah Sugik.
Sugik pun mencontohkan ketika ada pembeli yang order atau stok barang habis. “Terima kasih Kakak ordernya’’. Atau, ’’Barangnya masih kosong, Kakak’,” cerita Sugik, pria yang sudah berusia lebih dari 40 tahun ini sambil terkekeh.(sma/udi)