Keributan antar gelandangan dan pengemis(gepeng) di traffic light jalan Gajahmada Kota Mojokerto yang sempat viral di medsos, pada Selasa (4/8/2020) menjadi atensi kalangan anggota dewan.
Karena, insident tersebut terjadi di kawasan steril dari gepeng. Hal itu tak lepas dari masih lemahnya kebijakan yang diambil pemerintah daerah setempat.
Junaidi Malik, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto mengatakan, keributan tersebut terjadi karema lemahnya kebijakan dalam hal penanganan PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial).
Hal itulah yang menjadikan para pengamen, peminta-minta seolah-olah mendapatkan legalitas dan ruang yang luas. Jika kondisi ini terus berlangsung, pengamen di Kota Mojokerto semakin mejamur. “Yang memprihatinkan, banyak diantara mereka anak-anak usia sekolah,” ungkapnya, Jumat (7/8/2020).
Dewan asal PKB ini pun mempertanyakan kerangka kebijakan program PMKS. “Saya kurang memahami bagaimana substansi dasar dan kerangka kebijakan program Pemkot yang berjalan selama ini, sehingga masih terasa ada kelemahan terkait persoalan tersebut,” katanya.
Junaid juga menilai, para gepeng dan pengamen memilih ‘bertahan’ di simpang jalan protokol itu lantaran kawasan itu merupakan lahan empuk mendulang rupiah dari para pengguna jalan. Pun terapi kejut ancaman dievakuasi ke panti sosial seolah tak mempan bagi mereka.
Kalangan wakil rakyat berharap, adanya peningkatan pengawasan, pembinaan dan monitoring. Katena Kota Mojokerto telah menyandang predikat ‘Kota Layak Anak’ dengan didukung adanya perda perlindungan anak, juga terkait kamtibmas.(sma/ADV)