Untuk mengatasinya, Brunei langsung mengambil tindakan tegas dengan mengikuti aturan dari WHO, melakukan jaga jarak serta isolasi mandiri untuk warga yang terinfeksi dan menutup sementara tempat-tempat ibadah. Bagi mereka yang tak patuh, Brunei juga menerapkan denda dan hukuman penjara.
“Masjid ditutup dan dibersihkan, pertemuan lebih dari keluarga dekat dilarang sepanjang Ramadhan dan selama Hari Raya (Idul Fitri). Sementara itu, pemerintah mendorong warga Brunei untuk memperkuat dan melaksanakan zikir dan tadarus Al-Quran di rumah saat menjalani karantina,” tulis pelitian itu.
Pemerintah pun dengan cepat menyusun rencana deeskalasi diperkuat dengan anggaran khusus sebesar 15 juta dolar Brunei atau sekitar Rp 160 miliar. Pemerintah juga memaksimalkan pemberitaan di media sosial serta televisi plus layanan hotline 24 jam untuk pertanyaan seputar Covid-19.
Selain itu rezim kesultanan dianggap efektif membuat keputusan eksekutif dengan output yang efektif. “Sebagai pemimpin politik dan agama bangsa, Sultan Bolkiah memberikan kepemimpinan moral ke publik. Bolkiah menekankan tugas umat Islam untuk mengikuti pedoman jarak sosial, mengambil tindakan pencegahan, sanitasi dan melipatgandakan doa-doa mereka dan merefleksikan Al-Quran. Ia juga mengingatkan warga Brunei yang mayoritas umat Islam, bahwa virus itu sendiri dikirim oleh Tuhan,” tulis keduanya lagi.
Sementara itu, menurut The Star, salah satu kunci kesuksesan Brunei adalah kedisiplinan pemerintah dalam menerapkan kontrol perbatasan dan perjalanan manusia. Kedisiplinan ini juga diberlakukan untuk larangan berkumpul massa, termasuk pelacakan kontak berbasis teknologi dan karantina.
Bukan hanya pemerintah, warga juga patuh. Kepatuhan warga ke pemerintah memberi dampak signifikan. “Melalui seluruh pendekatan pemerintah dan ditambah dengan kepatuhan warga dan penduduk terhadap peraturan kesehatan dan keselamatan selama pandemi, Brunei telah secara sistematis mencabut pembatasan,” tulis media itu.
Sejak Mei tahun ini, warga Brunei sudah beraktivitas mendekati normal dengan pelonggaran pembatasan pengumpulan massal.
“Hidup di Brunei sungguh beruntung,” kata Susi, warga negara RI, yang sudah 10 tahun lebih di Brunei.
“Semua tak wajib bermasker, majelis bisa dilakukan.”
Suasana Pasar Terbesar di Brunei Darussalam
Suasana Acara Halal bi Halal Persatuan Masyarakat Indonesia di Brunei Darussaalam
(tim/say)
Sumber : CNBC Indonesia (Naskah Berita Asli)