Cabuli Anak SMP Hingga Hamil, Pelaku di Mojokerto Ini Dijebloskan Penjara

Lanjutan kasus dugaan asusila yang menimpah anak SMP di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokarto terus bergulir. Terakhir, polisi rupanya telah menjebloskan satu pelaku ke dalam penjara.

Sementara pelaku lain masih dalam tahap penelitian Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto.

Kasatreskrim Polres Mojokerto AKP Andaru Rahutomo menjelaskan, berkas perkara salah satu pelaku dalam kasus asusila anak SMP di Kecamatan Dlanggu telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto.

Sehingga pelaku yang berinisial WN (57) sejak Kamis (30/9) kemarin tengah masuk dalam penanganan Kejari.

”Sudah tahap dua, berkasnya sudah lengkap (P21),” ungkapnya, Sabtu (02/10/2021).

Usai pelimpahan tahap dua, WN kini dipastikan meringkuk di balik sel rumah tahanan (rutan) Mapolres Mojokerto dengan menyandang status tahanan titipan Kejari.

Dirinya menjelaskan, dalam perkara ini terdapat dua pelaku. Sari dua tersangka kasus pelecehan dan persetubuhan itu baru satu tersangka yang dilimpahkan pada Kejari. Sebab, berkas tersangka lainnya, PJ, 65, masih belum di-approve oleh Kejari alias belum lengkap.

”Untuk tersangka satunya, berkas masih dalam penelitian jaksa,” jelasnya.

Sehingga, hingga kini pihaknya masih menunggu keputusan Kejari guna menuntaskan berkas perkara kasus tindak asusila pada anak dibawah umur itu.

Dari dua tersangka yang nekat melakukan perbuatan asusila terhadap anak SMP hingga hamil memiliki peran berbeda.

Yang pertama WN dijerat dengan tindak persetubuhan, sementara PJ dijerat dengan kasus pelecehan.

”Kalau yang ini (Wuliyono) kami kenakan dengan persetubuhannya. Kalau yang satunya (Pujiono) itu pelecehan saja, karena dia tidak sampai menyetubuhi korban,” tegasnya.

Sebelumnya Satreskrim Polres Mojokerto memutuskan untuk tidak menahan kedua tersangka kasus tindak asusila itu.

Alasannya, terkait pertimbangan usia dan kesehatan kedua tersangka yang sudah uzur. Menurutnya, tidak semua tersangka dilakukan penahanan lantaran pertimbangan yang berbeda di setiap perkara.

”Saat itu (sekitar Juli-Agustus) gelombang kasus persebaran Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Jadi kami pertimbangkan usia dan kondisi kesehatan mereka. Apalagi, melihat kondisi rutan maupun lapas yang seperti itu (penuh),” tandasnya.(fad/Sam)

Baca juga :