MOJOKERTO – Tingginya UMK (Upah Minimum Kabupaten) di Kabupaten Mojokerto yang mencapai Rp.4.354.787 membuat sejumlah pelaku industri terbebani dengan tingginya biaya produksi. Apalagi, saat ini menjelang penetapan UMK Tahun 2023 yang dikabarkan juga akan ada kenaikan.
Sejumlah industri di Kabupaten Mojokerto juga terancam hengkang dan melakukan PHK massal menyusul jelang penetapan UMK Tahun 2023. Hal ini disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Mojokerto, Bambang Widjanarko.
Kata Bambang, perusahaan-perusahaan terutama industri padat karya berpotensi pindah dari Mojokerto apabila kenaikan UMK tidak sesuai dalam kondisi ekonomi sulit seperti ini. “Sangat potensi karena tadi ada disparitas upah kemudian situasi ekonomi, order tidak ada sehingga otomatis sangat memungkinkan untuk (Perusahaan) hengkang dari Mojokerto,” jelasnya, Sabtu (5/11/2022).
Kata Bambang, industri bakal memilih daerah di sekitar Mojokerto dengan UMK lebih rendah, misalnya Jombang dan Nganjuk. “Perihal UMK karena tidak ada perbedaan antara padat karya dan padat modal pasti akan mencari yang lebih rendah, iya (Di Nganjuk),” ucap Bambang.
Menurut dia, pengusaha bakal memilih menyesuaikan Cost lebih rendah untuk menutupi biaya produksi dan pengembangan perusahaan. “Karena gini contoh jual barang produksi di Mojokerto dengan produksi di Nganjuk ada enggak perbedaannya (Harga jual) tidak ada semuanya sama dari segi bisnis itu pasti,” ungkapnya.
Menyikapi hal ini, pengurus maupun anggota Apindo mengajak seluruh pengusaha untuk bertahan di Mojokerto dan menjalin komunikasi yang baik dengan pekerjanya apalagi terkait UMK. Apindo juga berupaya mengusulkan adanya cluster yakni perbedaan UMK untuk industri padat modal, padat karya dan UMKM Mikro Kecil Menengah.
“Kita usulkan cluster agar ada perbedaan antara padat modal, padat karya dan UMKM karena terkait upah kan tidak mungkin akan disamakan,” terangnya.
Apindo Kabupaten Mojokerto meminta pemerintah daerah untuk bijak dalam perhitungan dan penetapan UMK 2023 sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021. Yakni peraturan Nomor 36 Tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tentang upah minimum yang ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. (tim/sma)
Baca juga :