
Persoalan klasik dan terus menerus terjadi dalam setiap tahun anggaran berjalan adalah menumpuknya penyerapan anggaran Kementerian Lembaga di triwulan keempat atau akhir tahun anggaran. Lambatnya pelaksanaan anggaran menjadi penyebab terjadinya penumpukan belanja di akhir tahun anggaran. Pelaksanaan anggaran adalah tahap yang sangat penting dalam merealisasikan program dan kegiatan pemerintah yang telah disusun/dibuat. Dalam pelaksanaan anggaran kerap kali terjadi kendala-kendala yang mengakibatkan suatu program/kegiatan tidak dapat dilakukan sesuai jadwal atau rencana awal sehingga mempengaruhi realisasi anggaran yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Ini menyebabkan pelaksanaan program atau kegiatan yang dibiayai oleh anggaran pemerintah akan tidak tepat waktu atau mundur waktu pelaksanaannya yang berakibat pada mundurnya waktu penyerapan anggaran.
Kementerian Keuangan memiliki wewenang dalam mengatur pelaksanaan anggaran melalui fungsi perumusan dan penetapan kebijakan, pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA), pengendalian pelaksanaan anggaran, serta penetapan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara. Sebagai Bendahara Umum Negara (BUN), Kemenkeu juga menunjuk Kuasa BUN, seperti KPPN, untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam pelaksanaan anggaran di daerah.
Salah satu kewenangan Kementerian Keuangan dalam mengatur pelaksanaan dan pengendalian anggaran Adalah bertujuan untuk membantu Kementerian/Lembaga dalam mempercepat pelaksanaan atau penyerapan anggaran. Guna mewujudkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai salah satu unit vertikal Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan yang mengatur tentang indikator kinerja pelaksanaan anggaran, aturan atau regulasi ini menjadi tolak ukur keberhasilan satuan kerja Kementerian Lembaga dalam mengelola pelaksanaan anggaran baik dari segi outcome maupun outputnya yang dinilai secara sistematis dan objektif. Peraturan tersebut Adalah Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan nomor 5 tahun 2024 yang mengatur mengenai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran.
Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan nomor 5 tahun 2024 mengatur pelaksanaan anggaran dalam tiga pilar mulai dari kualitas perencanaan anggaran, kualitas implementasi pelaksanaan anggaran, hingga kualitas hasil (output) pelaksanaan anggaran.
Pertama, dari sisi kualitas perencanaan anggaran, dinilai kesesuaian antara pelaksanaan anggaran dengan yang direncanakan dan ditetapkan dalam DIPA. Artinya Kementerian/Lembaga wajib merencanakan dalam satu triwulan berapa prosentase anggaran yang akan diserap. Dari sini akan terlihat sejauh mana Kementerian/Lembaga hingga satuan kerja konsisten dengan perencanaan anggaran. Semakin tinggi gap perencanaan terhadap pelaksanaan anggaran akan semakin rendah nilai IKPA Kementerian/Lembaga tersebut.
Kedua, dari sisi kualitas pelaksanaan anggaran, merupakan penilaian terhadap kemampuan Satker dalam merealisasikan anggaran yang telah ditetapkan pada DIPA. Disinilah pengukuran dan penilaian aspek kualitas implementasi pelaksanaan anggaran yang tidak hanya mengukur prosentase penyerapan anggaran tetapi juga ada aspek lain diantaranya belanja kontraktual, penyelesaian tagihan, pengelolaan Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (UP dan TUP), dispensasi Surat Perintah Membayar (SPM). Di poin inilah Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengambil peran dalam mendorong percepatan satuan kerja merealisasikan anggaran. Caranya yaitu membuat target penyerapan belanja per Triwulan. Di Triwulan kedua target penyerapan anggaran dalam DIPA satuan kerja belanja pegawai sebesar 50%, belanja barang 50%, belanja modal 40%, dan belanja bantuan sosial 50%. Jika sudah diatur sedetail itu lalu kenapa penyerapan anggaran masih lambat atau tidak sesuai target? Mungkin hal itu yang menjadi pertanyaan selama ini atau bahkan ditahun tahun anggaran yang terdahulu pertanyaannya juga masih sama.
Di Semester I tahun anggaran 2025 yang sedang berjalan, hanya belanja pegawai saja yang kinerja penyerapan anggarannya 54% dan bisa melampaui target semester I yaitu 50%, belanja barang tercatat hanya terealisasi 33,09% dari target 50%, dan belanja modal hanya terserap 7,21% dari target 40%.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di wilayah Mojokerto dan Jombang, pelambatan penyerapan anggaran terjadi karena beberapa hal. Tahun anggaran 2025 masih dibayangi pemblokiran anggaran. Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Belanja barang mengalami pemblokiran sehingga memberikan ruang yang terbatas pada satuan kerja untuk menyerap anggaran guna melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Kebanyakan satuan kerja menunggu arahan dari Eselon I Kementerian Lembaga dalam melakukan penyerapan anggaran belanja barang. Faktor lain yang membuat rendahnya penyerapan belanja barang adalah belanja-belanja perbenihan oleh Kementerian Pertanian yang akan dibagikan pada para kelompok tani, dimana belanja ini juga dipengaruhi oleh musim penghujan, sehingga penyerapan belanja ini setiap tahun terjadi di Triwulan keempat. Penghambat lainnya dalam penyerapan belanja barang adalah munculnya satuan kerja baru dengan pagu anggaran besar di tengah tahun anggaran berjalan, kenapa menjadi penyebab rendahnya penyerapan belanja barang? Dikarenakan SDM hingga sarana dan prasarana yang belum cukup tersedia, untuk merealisasikan anggaran memerlukan peran SDM sebagai pejabat perbendaharaan yang terdiri Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Komitmen, Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar, Bendahara Pengeluaran dan beberapa staff. Pagu anggaran tersedia tetapi tidak ada pejabat perbendaharaan berarti proses pelaksanaan anggaran belum bisa dijalankan.
Rendahnya penyerapan belanja modal sebagai contoh di wilayah Mojokerto dan Jombang yang hanya 7,21% di semester I tahun 2025 dikarenakan ada pagu anggaran cukup besar untuk belanja modal tanah pada Kementerian Kebudayaan. Belanja modal tanah ini merupakan pagu belanja modal terbesar yang akan digunakan untuk pembelian tanah guna Pembebasan Lahan Situs Brahu Kab. Mojokerto, Situs Klinterejo, Situs Kumitir Kab. Mojokerto. Untuk mencapai output tersebut membutuhkan proses yang memakan waktu cukup panjang sehingga di semester I tahun 2025 masih lambat penyerapannya dan berpotensi akan terealisasi di akhir tahun anggaran 2025.
Ketiga, dari sisi kualitas hasil pelaksanaan anggaran, merupakan penilaian terhadap kemampuan satuan kerja Kementerian/Lembaga dalam pencapaian output dimana dinilai dalam ketepatan waktu penyampaian data capaian output dan nilai kinerja ketercapaian output yang sudah ditetapkan dalam DIPA. Indikator ini menilai sejauh mana realisasi anggaran dapat memenuhi output atau volume yang sudah ditetapkan dalam DIPA satuan kerja Kementerian/Lembaga. Misalnya dalam kegiatan pembangunan jalan raya seratus kilometer dengan anggaran satu milyar rupiah, jika progress penyerapan anggaran sudah tercapai seratus persen, maka hasil pelaksanaan anggaran atau output seharusnya sudah tercapai pembangunan jalan seratus kilometer.
Pengaturan pelaksanaan anggaran sedemikian rupa mulai dari perencanaan, implementasi pelaksanaan, sampai dengan kualitas hasil pelaksanaan bertujuan untuk memastikan bahwa APBN yang dikelola melalui satuan kerja Kementerian/Lembaga benar-benar sesuai output dan outcome, menjaga konsistensi dari sisi perencanaan, menjamin ketepatan dan kecepatan dalam implementasi pelaksanaan anggaran, dan menghasilkan output yang sesuai dengan perencanaan.(*)
Oleh : Tri Abdi Sugiasmoro
Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Terampil
pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Mojokerto