Maraknya pewarna kuku (Kuteks) yang dijual bebas dan disukai anak-anak kecil ternyata bisa membahayakan si anak, karena botol itu merupakan limbah dari obat suntik (injeksi) yang diisi ulang dengan pewarna kuku tanpa proses sterilisasi.
Christiana Indah Wahyu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Mojokerto mengatakan, botol itu merupakan limbah B3 (bahan berbahaya beracun) dan pengelolaan limbah medis diatur sangat ketat, kalau digunakan secara bebas jelas melanggar aturan, apalagi tanpa disterilkan jelas bisa membahayakan.
“Botol pewarna kuku itu kita temukan dalam kondisi lengkap botol plus tutupnya karena memang sulit dilepas, artinya pewarna itu disuntikkan tanpa disterilkan bahkan ada yang masih lengkap dengan labelnya Cyclofem, obat suntik KB,” ungkapnya.
Indah juga mengatakan, selain limbah B3 harus dikelola secara khusus, bekas botol vaksin yang tidak disterilkan ini bisa membahayakan si anak, karena bisa saja mereka mengalami inveksi.
“Kita tidak tahu apa kandungan dalam botol sisa obat yang kemudian diisi kuteks itu, meski dipakai untuk pewarna kuku tetap bisa membahayakan si anak, apalagi karena botolnya sulit dibuka akhirnya dibuka dengan cara digigit atau mengenai kulit yang terkuka,” tambahnya.
Dalam hal ini, Dinkes sudah mengambil beberapa contoh dari beberapa pedagang mainan di depan sekolahan dan akan menyelidiki hingga ditemukan produsennya. “Kita tidak ingin limbah medis ini disalahgunakan dan tidak dikelola sesuai aturan yang ada, karena bisa membahayakan masyarakat,” pungkasnya.
Seperti diketahui, di Mojokerto banyak anak-anak kecil membeli pewarna kuku (kuteks) yang dijual oleh pedagang mainan di sekitar sekolah, kuteks ini harnya sangat murah Rp 1000 hingga Rp 2000. Botol kuteks ini ternyata memanfaatkan botol bekas obat suntik KB yang diduga tanpa disterilkan.(sma)
Baca juga :