Dampak PMK Jelan Hari Raya Kurban, Omzet Peternakan Kambing Mojokerto Menurun.

Momen Hari Raya Iduladha 1443 Hijriyah tahun ini agak berbeda dengan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya wabah penyakit mulut dan kukuk (PMK) yang menyerang hewan ternak.

Bukan tanpa dampak, sejak masuknya wabah PMK di Indonesia tak terkecuali di Kabupaten Mojokerto mengalami penurunan omset hingga kerugaian, mulai dari peternak sapi tak terkecuali kambing.

Salah satunya, Mieke Arianita ibu rumah tangga asal Dusun/Desa Panggih, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Pada hari raya idul Adha tahun ini pihaknya hanya memliki 50 kambing yang siap di jual.

Hal ini berbanding terbalik jika dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya yang setiap idul Adha dirinya mampu menyiapkan 100 hewan kurban jenis kambing yang ia ternak sendiri.

“Malah saat Pandemi Covid-19 gak berdampak terhadap penjualan kambing, justru adanya PMK ini malah jadi turun sampai 30 persen stoknya,” ucapnya.

Dia berujar, sejak adanya wabah PMK dirinya merasakan dampak yang cukup signifikan terhadap penjualan kambing, terlebih, Sejak PMK mewabah pemerintah daerah (Pemda) menerapkan aturan pelarangan keluar masuk hewan ternak di wilayah Kabupaten Mojokerto.

“Sehingga mau tidak mau saya bersama suami ini harus memutar otak dan mewaspadai adanya wabah ini,” jelasnya.

Bahkan, sejak PMK mewabah pihaknya tidak bisa menerima hewan kurban dari luar peliharanya.

“Tahun ini saya memilih menolak titipan kawan pedagang kambing lainnya yang rutin setiap tahun biasanya dititipkan disini untuk di jual, demi keamanan kita tolek sementara,” bebernya.

Dia berujar, dari 50 kambing ternak miliknya saat ini hanya tersisa 20 ekor kambing dengan berbagai jenis, mulai dari kambing etawa, kambing burja, domba, dan kambing lokal.

“Tahun 2021 saja 80 ekor lebih. Biasanya menerima penitipan dari kawan-kawan yang belum laku, dua minggu sebelum lebaran. Sebenarnya kasian, cuman gak mau resiko,” ucapmua.

Untuk mensiasati agar konsumen tetap percaya hewan ternak yang dijualnya sehat dan aman, Mieke, memilih menyediakan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari instansi Dinas Pertanian.

“Agar para pembeli merasa aman saat berkurban, kalau kambing-kambing kami sehat, dan penerima daging juga tidak ragu dalam mengkonsumsinya. Kami sediakan SKKH untuk setiap kambing yang dibeli,” ujarnya.

Kambing yang dimilikinya, tak hanya breeding (ternak) kambing saja. Melainkan juga, kambing yang memang dipeliharanya sejak dilahirkan. Membuat dia dengan mudah mengontrol kondisi perkembangan peliharaannya sampai ke tangan pembeli.

Uniknya kambing dan domba yang dibandrol mulai harga Rp 2,5 juta sampai Rp 8 juta ini diberi nama layaknya manusia.

“Semuanya ada nama, memang saya kasih nama. Merawatnya juga sama kaya manusia, kasih makan dua sampai tiga kali sehari. Kalau yang bayi yah dikasih minum susu tiap pagi,” tandasnya.(fad/Sam)

Baca juga :