HAMBATAN
Dalam penerapan KKP, banyak pihak yang memberikan statement negatif terhadap kebijakan ini. Diantaranya adalah sebagai berikut:
* Bunga Menambah Beban Hutang Negara
Banyak kalangan yang memprotes kebijakan ini dan dikawatirkan akan membebani negara dengan adanya biaya bunga yang tinggi seperti kartu kredit pada umumnya ditambah adanya biaya administrasi. Terkait hal ini, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan Nomor 17/PB/2017, biaya terkait penggunaan Kartu Kredit Pemerintah telah diupayakan serendah mungkin. Beban bunga tidak akan dikenakan karena semua tagihan harus dibayar sebelum jatuh tempo tagihan. Pada tahap uji coba Kartu Kredit Pemerintah ini, DJPB telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan bank penerbit kartu kredit untuk membebaskan biaya adminitrasi.
• Takut Menggunakan KKP karena Keamanan Masih Diragukan
Dipihak pengguna, banyak pengelola keuangan yang takut menggunakan kartu kredit pemerintah karena berpotensi disalahgunakan oleh pihak lain. KKP memang seperti kartu kredit lainnya yang dapat digunakan jika data kartu seperti Jenis, Nomor Kartu, tanggal kadaluarsa, dan Card Verification Value (CVV) jatuh ke pihak lain. Namun saat ini KKP telah dilengkapi dengan One Time Password (OTP) sehingga pihak yang akan menggunakan KKP harus menghubungi dan dipercaya oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) selaku pemilik KKP. Selain itu, KPA juga akan menerima notifikasi setiap terdapat transaksi yang menggunakan KKP sehingga dapat dimitigasi apabila terdapat transaksi yang mencurigakan.
• Perpajakan Sulit Diterapkan dalam Transaksi
Pada awal penerapannya, perpajakan merupakan hal yang cukup sulit ketika menerapkan KKP. Bendahara/pemegang KKP harus berkoordinasi dengan penjual untuk menyertakan pajak kedalam tagihannya. Seiring berjalannya waktu, Kementerian Keuangan justru mempermudah kebijakan perpajakan transaksi Kartu kredit pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019. Salah satu isi PMK tersebut adalah pembebasan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh) 22 terhadap belanja lnstansi Pemerintah Pusat yang menggunakan pembayaran dengan kartu kredit pemerintah. Ini sangat membantu bagi bendahara pengeluaran satuan kerja maupun pengelola keuangan dalam administrasi maupun optimalisasi anggaran.
• Kurangnya Mesin EDC Di Daerah
Banyak pengelola keuangan menjadikan alasan ketiadaan mesin EDC di daerah sebagai kendala dalam bertransaksi dengan KKP. Padahal, di Era Industri 4.0, tidak ada batasan tempat dalam bertransaksi selama terdapat koneksi jaringan internet. Satker dapat membayar tagihan listrik atau telepon, membeli toner/tinta untuk printer, bahkan membeli belanja modal seperti Laptop melalui marketplace. Bahkan pembelian tersebut dipermudah dengan adanya pembebasan pungutan pajak terhadap pembelian dengan KKP.
Meskipun hambatan-hambatan diatas telah ada solusinya, namun setiap kebijakan pasti ada kekurangan. Kekurangan KKP diantaranya masih terdapat biaya administrasi yang dibebankan oleh beberapa penjual. Hal ini dikarenakan tidak meratanya aturan pembebanan EDC di penjual. Pada transaksi online juga masih banyak marketplace yang membebankan biaya administrasi ke setiap transaksinya yang meskipun kecil secara persentase namun cukup besar apabila transaksi dengan nominal besar.
Dengan mempertimbangkan tujuan kebijakan ini yang sangat baik dan hambatan yang sudah terjawab solusinya, sebagai masyarakat kita harus terus mengawasi pelaksanaan penggunaan KKP ini di lingkungan sekitar kita. Jangan sampai kartu kredit pemerintah justru digunakan untuk membeli keperluan sehari-hari di minimarket untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk memesan hotel ditempat wisata tanpa kepentingan dinas. Sebagai pemegang maupun pemilik KKP, kita harus dapat menggunakan KKP dengan bijaksana dan sesuai peruntukannya. Jangan takut untuk menggunakan KKP karena banyak kemudahan yang kita peroleh. Suatu kebijakan pasti bertujuan untuk memudahkan dan menjawab solusi atas permasalahan. Terima Kasih. (Advetorial/*)
Anton Suhardi
KPPN Mojokerto