Tingginya angka kematian pasien COVID-19 di Jawa Timur tak terkecuali di Mojokerto, membuat perajin peti mati di Kota Mojokerto kewalahan melayani pesanan.
Informasi yang dihimpun oleh suaramojokerto.com, Salah seorang perajin peti mati di kawasan Jalan Trunojoyo, Kelurahan/Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto Purwaningtyas (75) mengungkapkan jika dalam beberapa hari terakhir permintaan peti dari berbagai RS rujukan Covid-19 semakin meningkat.
Terlebih di dua Minggu terakhir. Dirinya bahkan sempat menolak pesanan lantaran minimnya pekerja maupun bahan.
“Kalau dihitung sejak awal adanya Corona ya mungkin sudah 250 lebih peti mati yang sudah terjual dipesan dari berbagai rumah sakit rujukan hingga gereja. Tapi yang paling banyak memang untuk pasien COVID-19,”ungkapnya saat ditemui dirumahnya. Senin (28/06/2021).
Kata dia, permintaan peti mati memilikinya rata rata dipesan dari rumah sakit rujukan Covid-19 di Kota maupun Kabupaten Mojokerto. Terlebih dalam kurun waktu dua Minggu terakhir kurang lebih dirinya sudah memproduksi 20 lebih peti mati.
Dari jumlah tersebut pun, dirinya menuturkan sudah menolak pesanan permintaan peti mati yang datang dari beberapa rumah sakit, lantaran minimnya pekerja maupun bahan juga lokasi tempat produksi yang terbilang cukup sempit.
“Dalam sehari, minim bisa membuat 1 sampai dua peti mati, itupun melihat dari jumlah pekerja, satu pekerja mampu membuat satu peti mati saja. Kita juga terbatas lokasi sehingga membuatnya juga terbatas,”terangnya.
Selama ini, dirinya mempu menerima pemesanan peti mati dalam jumlah banyak lantaran adanya stok yang sudah disiapkan.
Dia menjelaskan, usaha peti jenazah miliknya merupakan rintisan dari sang bapak Sudamono sejak 1970 silam. Selepas sang bapak meninggal, usahanya lalu diteruskan kakak kemudian olehnya hingga sampai saat ini.
Sehingga, usaha peti mati ini sudah berjalan tiga generasi. Dia menuturkan, usaha peti mati ini sebelumnya berlokasi Kecamatan Sooko, dan baru tiga tahun terakhir memindahkan usahanya ke kawasan Jalan Trunojoyo, Kelurahan/Kecamatan Magersari.
Dia menjelaskan, dalam bisni peti mati dirinya tak melulu menonjolkan soal harga meski jumlah permintaan meningkat selama pamdemi, dirinya tak pernah menaikkan harga jual.
Dia menuturkan, menjual peti mati sama saja membantu orang susah. Apalagi, kematian merupakan musibah. Sehingga, dia tak sampai hati untuk memanfaatkan kesempatan selama pandemi ini untuk mematok harga tinggi. Termasuk, dalam keadaan pandemi seperti saat ini.
”Buat bantu sesama, juga bantu pekerja saya. Gini kalau ditinggal mati oleh keluarga kan sudah susah dan sedih, masak kita juga tega mempermainkan harga apa lagi menaikkan. Masak ya bersyukur banyak orang mati,” terangnya.
Dalam penjualan peti mati, dirinya hanya mematok harga 1 sampai 1,4 juta. Sedangkan peti bayi dijual Rp 600 ribu.
“Harga ini sudah sesuai dengan kalkulasi, mulai dari bahan, tukang hingga biaya produksi, kita tak mengambil untung banyak,”tandasnya.(fad/Sam)
Baca juga :